TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Rencana Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional yang akan melaporkan Kepala Dinas PUPR Sulbar, Ince Rachmad ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditangkkapi santai yang bersangkutan.
Divisi Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, Alfarhat Kasman sebelumnya angkat bicara terkait aksi warga Desa Tamalea di Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat yang menutup akses jalan truk milik PT. Bonehau Prima Coal (BPC), yang melintasi jalan di dusun tamalea desa Bonehau.
Aksi blokade jalan itu dipicu karena aktivitas perusahaan dianggap menganggu warga setempat.
Pasalnya, mobil truk pengangkut batu bara nekat menggunakan jalan umum.
Alfarhat mengatakan, kejadian ini sebetulnya semakin memperjelas bahwa penerbitan izin penggunaan jalan yang ugal-ugalan, yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Kadis PUPR Sulbar, memang terdapat muatan indikasi korupsi politik.
Baca juga: Jokowi Hadiahkan Wuling Air EV Kuning SMK di Mamuju untuk Dipakai Praktek
Baca juga: Sampah di Bawah Tangga Pusat Pertokoan Majene Dibersihkan
"Kami bersama warga Desa Tamalea akan membuat laporan ke KPK untuk mengusut tuntas dugaan korupsi baik itu Kadis PUPR Sulbar, Kapolsek Kalumpang hingga aktor-aktor lain yang juga memiliki kepentingan pada kasus ini," tulis Alfarhat dalam keterangannya kepada Tribun-Sulbar.com, Kamis (25/4/2024).
Semeentara itu, Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sulbar, Ince Rachmad menyebutkan setiap orang punya hak berpendapat.
Dia mengklaim konflik PT BPC dengan warga desa telah selesai dengan adanya kesepakatan.
Terkair alasannya memberi izin PT BPC, karena jalan di Bonehau itu adalah jalan provinsi.
Tujuannya kata Rachmad, adalah untuk mendukung langkah investor di Sulbar.
"Harus dukung investor," pinta Rachmad.
Kata dia, pemerintah dan pihak perusahaan telah sepakat terkait jalan di desa Tamalea.
Kesepakatannya ialah, jika jalan rusak, maj yang akan memperbaiki adalah pihak perusahaan.
"Ini perusahaan baru. Sejauh pengalaman saya, tidak ada perusahaan yang langsung bangun jalan tanpa mengetahui jumlah pemasukan dari investasinya. Sehingga itu butuh waktu," tegas Rachmad.
Dikonfirmasi terpisah, Divisi Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, Alfarhat Kasman menilai pernyataan Ince Rachmad sangat keliru.
"Penggunaan akses jalan itu kan sudah pelanggaran hukum, nah apakah demi investasi sehingga hukum ditabrak," ujar Alfarhat, Kamis (25/4/2024).
Secara hukum jelas Alfarhat, dalam konteks penggunaan sarana dan prasana Jalan Umum sebagai keperluan individu Atau Badan Hukum, mengacu pada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Dalam Pasal 12 Dan Pasal 42 Pasal 63
Dalam pasal itu disebutkan bahwa pasal 12 dijelaskan: (1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan. (2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan. (3) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan.
Lebih lanjut dalam pasal 42 dijelaskan: Setiap orang dilarang menyelenggarakan jalan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa penggunaan jalan umum baik itu jalan provinsi ataupun kabupaten untuk kepentingan individu seperti pertambangan dan perkebunan sawit skala besar, itu tidak dibenarkan dan merupakan perbuatan melawan hukum," terangnya lagi.
Kemudian, katanya lagi aktivitas PT BPC di Desa Tamalea yang berada dalam kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas juga merupakan aktivitas yang illegal, karena tidak mengantongi izin pinjam kawasan hutan. (*)