Ketiga bagian petaq mempunyai simbol rezeki pada bagian depan, aktivitas manusia pada bagian tengah dan pemimpin pada bagian belakang.
Sanggar kemudi atau Sanggilang yang terdiri dari dua balok yang melintang pada bagian atas yang bermakna laki-laki dan bagian bawah bermakna perempuan.
Berdasarkan konsep gender masyarakat Mandar mempunyai makna bahwa ketika suami berangkat berlayar, maka sang istri selalu menjaga marwahnya sembari menenun kain khas Mandar.
Layar perahu sandeq berbentuk segitiga dengan bahan dari kain atau plastik.
Angin yang menerpa layar menjadi sumber tenaga yang dapat mendorong perahu untuk bergerak (Sunani, 2018).
Dikutip dari Kompas.com menurut penelusuran pengamat budaya mandar, Dahri Dahlan, perahu sandeq lahir tahun 1930-an di Pambusuang.
Salah satu desa pelaut yang ada di Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polman, Sulbar.
Perahu sandeq mempunyai beberapa tipe berdasarkan jenis nelayan di Mandar.
Pertama, jenis Pangoli, perahu Sandeq ini lebih kecil daripada Sandeq Race yang hanya bisa menampung dua awak.
Kedua, jenis Parroppong yang mempunyai ukuran lebih besar dari Pangoli dan mampu mengangkut hingga empat awak.
Tipe, ketiga Pallarung, perahu ini mampu menampung 4 – 6 awak dan biasa digunakan melaut hingga satu bulan.
Terakhir, berjenis Potangga yang biasanya digunakan menangkap ikan terbang, termasuk mengambil telurnya.
Sementara, Sandeq mulai dilombakan dalam rangka memperingati ulang tahun Republik Indonesia 17 Agustus.
Sebelumnya, rute Sandeq Race dari Sulbar menuju Makassar, Sulawesi Selatan.
Memasuki, tahun 2019 Pemprov Sulbar mengubah rute Sandeq Race dari Polman menuju Kabupaten Mamuju.
Sedangkan, tahun 2022 kali ini rutenya dari Sulbar menuju Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.(*)