TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU-Perahu Sandeq kembali dilombakan setelah dua tahun terakhir diberhentikan karena pandemi Covid-19 dari tahun 2020-2021.
Memasuki, tahun 2022 Sandeq akan kembali dilombakan dengan nuansa Festival Sandeq 2022 oleh Pemprov Sulbar.
Perahu Sandeq banyak dijumpai di daerah pesisir Polewali Mandar dan Majene, Sulawesi Barat (Sulbar).
Dikutip dari dispar.sulbarprov.go.id perahu Sandeq adalah Perahu bercadik warisan Austronesia, berevolusi di Mandar menjadi perahu yang disebut “Sandeq” (tajam, runcing).
Pada masa lampau digunakan untuk berdagang sampai ke Selat Malaka, Laut Sulu, Papua, Pulau Jawa serta menangkap ikan di laut lepas.
Diyakini juga perahu Sandeq merupakan salah satu perahu layar tercepat di dunia.
Nama Sandeq berasal dari Bahasa Mandar yang berarti runcing.
Perahu ini mempunyai bentuk ramping dengan mengandalkan layar dan kecepatan angin untuk mengarungi lautan.
Setiap bagian Perahu Sandeq mempunyai makna simbolik yang menjadi warisan nilai budaya dari masyarakat Suku Mandar.
Dasar Lambung perahu atau Balakang terbuat dari pohon kayu utuh yang dikeruk bagian tengahnya untuk menjadi bagian dasar dari perahu.
Proses pembuatan, arah dan laju perahu mempunyai makna masing-masing dari semangat dan kearifan budaya.
Bagian kepala perahu sandeq atau Panccong mempunyai bentuk limas segitiga runcing dengan posisi paling depan dan mendongak ke atas.
Bentuk dan posisi panccong yang mendongak ke atas mempunyai makna selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Petaq berupa lubang berbentuk segi empat yang terletak diantara kalandara dan berfungsi sebagai pintu palka atau geladak.
Petaq terdapat tiga bagian yaitu petaq diolo (depan), petaq tangnga (tengah), dan petaq buiq (belakang).
Ketiga bagian petaq mempunyai simbol rezeki pada bagian depan, aktivitas manusia pada bagian tengah dan pemimpin pada bagian belakang.
Sanggar kemudi atau Sanggilang yang terdiri dari dua balok yang melintang pada bagian atas yang bermakna laki-laki dan bagian bawah bermakna perempuan.
Berdasarkan konsep gender masyarakat Mandar mempunyai makna bahwa ketika suami berangkat berlayar, maka sang istri selalu menjaga marwahnya sembari menenun kain khas Mandar.
Layar perahu sandeq berbentuk segitiga dengan bahan dari kain atau plastik.
Angin yang menerpa layar menjadi sumber tenaga yang dapat mendorong perahu untuk bergerak (Sunani, 2018).
Dikutip dari Kompas.com menurut penelusuran pengamat budaya mandar, Dahri Dahlan, perahu sandeq lahir tahun 1930-an di Pambusuang.
Salah satu desa pelaut yang ada di Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polman, Sulbar.
Perahu sandeq mempunyai beberapa tipe berdasarkan jenis nelayan di Mandar.
Pertama, jenis Pangoli, perahu Sandeq ini lebih kecil daripada Sandeq Race yang hanya bisa menampung dua awak.
Kedua, jenis Parroppong yang mempunyai ukuran lebih besar dari Pangoli dan mampu mengangkut hingga empat awak.
Tipe, ketiga Pallarung, perahu ini mampu menampung 4 – 6 awak dan biasa digunakan melaut hingga satu bulan.
Terakhir, berjenis Potangga yang biasanya digunakan menangkap ikan terbang, termasuk mengambil telurnya.
Sementara, Sandeq mulai dilombakan dalam rangka memperingati ulang tahun Republik Indonesia 17 Agustus.
Sebelumnya, rute Sandeq Race dari Sulbar menuju Makassar, Sulawesi Selatan.
Memasuki, tahun 2019 Pemprov Sulbar mengubah rute Sandeq Race dari Polman menuju Kabupaten Mamuju.
Sedangkan, tahun 2022 kali ini rutenya dari Sulbar menuju Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.(*)