Kekerasan Anak

Pelaku Kekerasan Perempuan dan Anak di Mateng Mayoritas dari Lingkar Keluarga

Ia juga mencatat empat kasus pernikahan dini, dengan usia korban di bawah 18 tahun.

Penulis: Sandi Anugrah | Editor: Nurhadi Hasbi
Sandi Anugrah/Tribun-Sulbar.com
KEKERASAN ANAK DAN PEREMPUAN - Hj. Nahda, Kepala Dinas P3AP2KB Mateng saat ditemui di ruang kerjanya, Jl Trans Sulawesi, Desa Tobadak, Kecamatan Tobadak, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Selasa (29/7/2025). Ia merincikan kasus-kasus kekerasan anak dan perempuan periode Januari - Juli 2025. 

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Sandi Anugrah 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU TENGAH – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Sulawesi Barat, mencatat 30 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak Januari hingga Juli 2025.

Kepala P3AP2KB Mateng, Hj. Nahda, merinci, kasus kekerasan terdiri dari 14 kasus kekerasan fisik dan 16 kasus kekerasan seksual.

“Untuk kekerasan fisik, mayoritas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dilakukan suami terhadap istri,” ujar Nahda saat ditemui di kantornya, Desa Tobadak, Selasa (29/7/2025).

Baca juga: Oknum Kadis di Sulbar Tersangka Dugaan Kekerasan pada Anak Kandung

Sementara itu, kasus kekerasan seksual terhadap anak banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat korban.

Seperti ayah kandung, ayah tiri, saudara kandung, hingga teman sebaya.

Ia juga mencatat empat kasus pernikahan dini, dengan usia korban di bawah 18 tahun.

Termasuk satu kasus pada anak berusia 14 tahun.

“Penyebab pernikahan dini umumnya karena kehamilan di luar nikah atau hubungan seksual di bawah umur,” jelasnya.

Sebagai langkah pencegahan, P3AP2KB Mateng mendorong pembentukan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2024.

Sejumlah desa seperti Mahahe, Karossa, dan Topoyo telah masuk dalam program ini.

Selain itu, pihaknya aktif melakukan edukasi penolakan kekerasan terhadap anak dan perempuan, yang digelar di sekolah, puskesmas, rumah ibadah, serta kelompok-kelompok masyarakat.

“Edukasi ini penting agar masyarakat paham dan berani melapor saat melihat atau mengalami kekerasan,” tegas Nahda.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved