Berita Sulbar

WALHI Sulbar Minta Pemerintah Utamakan Kepentingan Warga Ketimbang Perusahaan Tambang

WALHI mencatat peningkatan penolakan terhadap aktivitas tambang di sejumlah kabupaten di Sulbar mulai Karossa hingga Mamuju

Editor: Ilham Mulyawan
Asnawi For Tribun Sulbar
Direktur WALHI SUlbar - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Barat, Asnawi mempertanyakan pernyataan Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka (SDK), yang menyebut bahwa perusahaan tambang berizin tidak boleh dihalang-halangi. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAJENE – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Barat, Asnawi mempertanyakan pernyataan Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka (SDK), yang menyebut bahwa perusahaan tambang berizin tidak boleh dihalang-halangi.

menruut Asnawi, pernyataan Gubernur SDK itu sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap jeritan rakyat yang tengah berjuang mempertahankan ruang hidupnya dari ancaman industri tambang.

“Pernyataan Gubernur ini sangat menyesakkan. Ia menempatkan surat izin di atas keselamatan rakyat dan keberlanjutan lingkungan,” tegas Asnawi kepada wartawan, Jumat (2/5/2025). 

Menurut WALHI, legalitas yang dimiliki perusahaan tambang tidak serta merta menjamin keadilan bagi masyarakat. Justru dalam banyak kasus, izin-izin tersebut lahir dari proses yang minim transparansi dan partisipasi publik.

Baca juga: Gubernur Sulbar Suhardi Duka Izin ke Mendagri Copot Direktur RSUD Usai Tolak Pasien Kecelakaan

Baca juga: KRONOLOGI Pemuda di Mamuju Ditemukan Tewas Akhiri Hidup, Tinggalkan Surat Ada Anakku di Rahimnya

“Perusahaan boleh saja mengantongi izin resmi. Tapi jika dampaknya merusak sungai, sawah, bahkan meretakkan hubungan sosial di tengah masyarakat, maka izin itu tidak punya pijakan moral dan politik. Izin bukan restu rakyat,” ujar Asnawi.

WALHI mencatat peningkatan penolakan terhadap aktivitas tambang di sejumlah kabupaten di Sulbar. Di Karossa (Mamuju Tengah), warga melaporkan pencemaran sungai dan kerusakan jalur pertanian akibat tambang pasir.

 Sementara di Kalukku (Mamuju), kekhawatiran terhadap longsor dan kerusakan lingkungan kian menguat karena aktivitas tambang yang semakin dekat ke permukiman.

Hal serupa juga terjadi di Desa Lalampanua, Kecamatan Pamboang (Majene), di mana warga menghadapi ancaman hilangnya sumber air dan potensi longsor akibat tambang galian C.

“Apakah semua kerusakan itu bisa dibenarkan hanya karena ada ‘izin resmi’? Gubernur semestinya berdiri di sisi rakyat, bukan jadi corong korporasi,” kecam Asnawi.

WALHI Sulbar mendesak Pemprov untuk melakukan koreksi total terhadap paradigma pembangunan yang mengandalkan ekstraktivisme. Mereka menuntut pencabutan izin-izin tambang yang terbukti merusak dan ditolak warga.

Asnawi WALHI menegaskan, rakyat yang menjaga tanahnya bukan musuh pembangunan, melainkan benteng terakhir dari kehancuran lingkungan. Ketika izin hanya menjadi alat pembenaran eksploitasi, maka rakyat berhak menolak. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved