Berita Mamuju

Kelapa Parut di Mamuju Tembus Rp12 Ribu, Pedagang Sebut Langka karena Banyak Diekspor ke China

Meski Sulbar dikenal sebagai daerah penghasil kelapa, pasokan di pasar lokal justru semakin berkurang. 

Penulis: Suandi | Editor: Ilham Mulyawan
suandi
JUAL KELAPA PARUT - Pedagang kelapa untuk santan, Megabuana, yang sedang melayani pembeli di di Pasar Baru Mamuju, Jl Abdul Syakur, Kelurahan Karema, Minggu (27/4/2025). Harga kelapa di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, terus mengalami lonjakan yang membuat para pedagang santan kewalahan. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Harga kelapa parut di Mamuju naik pasca idulfitri.

Dulu Rp9 ribu kini menembus Rp12 ribu per buahnya.

Pantauan di Pasar Baru Mamuju, Jl Abdul Syakur, Kelurahan Karema, Mamuju, Sulawesi Barat pada Minggu (27/4/2025) terlihat aktivitas jual beli kelapa untuk santan.

"Sebelum lebaran, harga kelapa per buah masih Rp 9 ribu. Tapi sekarang sudah naik jadi Rp 10 ribu sampai Rp 12 ribu per buah," ujar seorang pedagang kelapa, Megabuana kepada Tribun-Sulbar.com.

Baca juga: 2 Pelaku Bom Ikan di Mateng Ditangkap, Lima Detonator Rakitan Hingga 106 Ekor Ikan Disita Polisi

Baca juga: Pria Meninggal Dunia di Pinggir Pantai Barane Majene Diduga Kena Serangan Jantung

Menurut Megabuana, lonjakan harga ini terjadi karena banyak kelapa hasil panen petani Sulbar diekspor ke luar negeri, khususnya ke China

Ia menjelaskan, proses ekspor tersebut bermula dari Makassar, dilanjutkan ke Surabaya, lalu dikirim ke China.

"Penampung dari Makassar langsung bawa kelapa ke Surabaya buat diekspor. Itulah kenapa harga di sini ikut melonjak," katanya.

Meski Sulbar dikenal sebagai daerah penghasil kelapa, pasokan di pasar lokal justru semakin berkurang. 

Hal ini diperparah oleh para pembeli besar yang mendatangi petani secara langsung, lengkap dengan tenaga panjat dan pengupas kelapa (passukke).

Sehingga petani lebih memilih menjual kepada mereka yang menawarkan kemudahan.

"Petani tidak perlu lagi susah-susah panjat atau kupas sendiri, semua sudah disiapkan. Jadi, mereka lebih memilih menjual ke pihak yang mau ekspor," jelas Megabuana.

Akibatnya, para pedagang santan di pasar terpaksa harus membeli kelapa dengan harga tinggi. 

Meski jumlah pembeli santan tetap, Megabuana mengatakan banyak pelanggan mengeluh dan kaget dengan harga santan yang ikut naik.

"Pembelinya sih tetap, tapi banyak yang kaget. Biasanya beli sekilo segini, sekarang harus tambah lagi karena harga kelapanya yang naik," imbuhnya.

Megabuana berharap ada perhatian serius dari pemerintah daerah maupun pusat untuk mengatur jumlah ekspor kelapa, agar kebutuhan pasar lokal tetap terpenuhi dan harga bisa kembali stabil.

"Kami merasa tercekik. Bagaimana tidak, kelapa banyak dikirim ke luar negeri, sementara kami di sini harus menanggung harga kelapa yang makin mahal. Harusnya ada aturan supaya kelapa untuk lokal tetap tersedia," tandasnya.(*)

Laporan wartawan Tribun Sulbar Suandi 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved