Penolakan Tambang
22 Warga Dipanggil Polisi Karena Konflik dengan Perusahaan Tambang, Walhi Desak Polda Sulbar Netral
Desakan ini muncul menyusul laporan tentang dampak buruk eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang meresahkan warga.
Penulis: Suandi | Editor: Munawwarah Ahmad
TRIBUN-SULBAR.XOM, MAMUJU - Masyarakat dan aktivis lingkungan di Sulawesi Barat (Sulbar) mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Sulbar untuk bersikap netral dan tidak melindungi pengusaha yang merusak lingkungan.
Desakan ini muncul menyusul laporan tentang dampak buruk eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang meresahkan warga.
Baca juga: Bupati Pasangkayu Yaumil Optimis Realisasikan Visi Misi Meski Efisiensi Anggaran
Baca juga: Tangis Warga Bonde Majene Pecah di Kantor Desa Usai Tak Lagi Terima Bansos PKH
Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulbar, eksploitasi SDA yang tak terkendali telah menyebabkan pencemaran air, tanah longsor, serta hilangnya habitat alami flora dan fauna.
Masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perikanan pun ikut terdampak.
“Kami meminta Polda Sulbar untuk tidak membekingi pengusaha yang melakukan perusakan lingkungan. Penegakan hukum harus adil dan bebas dari intervensi pihak berkepentingan,” ujar Asnawi atau Awi Mendez, Direktur Eksekutif WALHI Sulbar, dalam keterangan pers kepada sejumlah media, Rabu (12/3/2025).
Awi juga mengungkapkan bahwa sekitar 18 warga dari Karossa dan Sarasa, Kabupaten Mamuju Tengah serta 4 warga dari Kalukku Barat dan Beru-Beru, Kabupaten Mamuju telah menerima surat panggilan dari Polda Sulbar akibat konflik dengan dua perusahaan tambang pasir, yaitu PT Alam Sumber Rezeki dan PT Jaya Pasir Andalan.
Ia menambahkan, selain WALHI, tokoh masyarakat juga mengkhawatirkan dampak jangka panjang eksploitasi SDA tanpa pengawasan.
Mereka menilai jika praktik ini terus berlanjut, bencana ekologis seperti banjir dan longsor tak terhindarkan.
“Kami berharap kepolisian berpihak pada masyarakat dan lingkungan, bukan kepada pengusaha yang hanya mencari keuntungan sesaat,” tegasnya.
"Regulasi sebenarnya sudah jelas. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur sanksi bagi perusak lingkungan dan mewajibkan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selain itu, PP Nomor 22 Tahun 2021 juga mengatur perlindungan lingkungan dan mencabut aturan lama yang kurang efektif," jelas Awi.(*)
Laporan Reporter Tribun Sulbar Suandi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.