Wawancara Khusus

Wawancara Khusus Kepala BPS Sulbar Terkait Angka Kemiskinan Sulawesi Barat dan Faktor Penyebabnya

Kalau untuk kemiskinan mungkin tidak bisa hilang di suatu tempat, yang  ingin kita hilangkan adalah miskin ekstrem yaitu presentasenya mendekati nol

Penulis: Suandi | Editor: Ilham Mulyawan
Tangkapan layar
Kepala BPS Sulbar menjadi narasumber Bicara Sulbar di Kantor Tribun Sulbar 


TRIBUN-SULBAR.COM - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Barat, Tina Wahyufitri mengikuti program Podcast Bicara SULBAR di kantor Tribun-Sulbar.com yang berada di Jl Martadinata, Kelurahan Simboro, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat pada Selasa (10/9/2024).

Dalam podcast itu, Tina mengungkapkan penyebab tingginya angka kemiskinan ekstrem di Sulawesi Barat.

Acara ini disiarkan secara langsung di halaman Facebook Tribun-Sulbar.com dan kanal YouTube Tribun Sulbar Official pada pukul 10:00 WITA.

Podcast Bincang Sulbar dengan tema "Kemiskinan Ekstrem Landa Sulbar, Apa Penyebabnya?" dipandu Ilham Mulyawan Indra dan menghadirkan bintang tamu Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulbar Tina Wahyufitri.

Berikut isi wawancaranya:

Host: Beberapa waktu lalu sempat ada berita tentang data yang diungkapkan BPS Sulbar terkait kemiskinan ekstrem yang melanda Sulbar. Sebenarnya bagaimana tugas/metode BPS ini untuk mengetahui kemiskinan dan tidaknya di suatu provinsi itu. Apalagi tugas-tugas dari Presiden Jokowi bagi insan-insan statistik menghadirkan data pengentasan kemiskinan.

Tina: Baik terima kasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pertama kami ucapkan terima kasih atas kerja sama dan kolaborasi selama ini dengan Tribun Sulbar dan kami juga ucapkan selamat untuk tercapainya lebih dari 100 ribu subscribers dan hal itu tentu menjadi relevan bagi kami untuk berkolaborasi karena kami sangat membutuhkan media-media yang bisa memberikan informasi statistik kepada masyarakat. Di mana data statistik yang disampaikan BPS bisa bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat.

Baca juga: BPS Sulbar: Gerakan Pangan Murah Lebih Banyak di Perkotaan, Masyarakat Miskin Banyak di Pedesaan

Baca juga: Program Dinsos Atas Kemiskinan Ekstrem di Sulbar

Terkait dengan kemiskinan ekstrem, sebelumnya kami ingin menyampaikan bahwa BPS itu punya dua peran. 

Pertama, sebagai kantor statistik maka tugas kami adalah memperkuat tata kelola statistik di suatu wilayah.

Sementara BPS sebagai lembaga pemerintah, BPS wajib berkolaborasi menyediakan data yang menjadi prioritas presiden.

Untuk kemiskinan ekstrem, berdasarkan peraturan presiden nomor 4 tahun 2022, BPS ditugaskan melakukan evaluasi perkembangan penghapusan kemiskinan ekstrem yang merupakan bagian dari survei sosial dan ekonomi nasional (Susenas) yang dilakukan oleh BPS setiap tahun, bulan Maret dan September.

Angka kemiskinan ekstrem ini dihitung oleh BPS inti membantu mempercepat Kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Mungkin kadang-kadang orang bertanya, bagaimana konsep miskinnya BPS karena banyak juga Instasi, Kementerian atau lembaga yang memiliki konsep miskinnya masing-masing, bahkan masyarakat memiliki konsep tersendiri.

Untuk di BPS, kami ada referensi yaitu armatya since tahun 1983 memperkenalkan bahwa kemiskinan itu adalah suatu kapabilitas personal. Jadi harusnya seseorang itu punya kemampuan atau sumber daya untuk menjalankan fungsinya sebagai manusia dalam hidup dan kehidupannya.

Jadi kemiskinan itu dipandang ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling minumun dalam hal makanan dan non makanan. Itu kalau dari BPS. Kemudian makanan ini kami konversikan jadi uang. Kenapa harus diuangkan? Karena lebih mudah diukur, lebih jelas, dan akan memiliki hubungan yang kuat dengan variabel-variabel sosial budaya.

Di BPS mengkategorikan penduduk miskin adalah meraka yang nilai konsumsinya itu kurang dari 2.100 kilo kalori per orang per hari plus kebutuhan primer non makanan.

Jadi di sini kami menyampaikannya orang itu sebenarnya adalah jiwa. Kadang-kadang bayi itu tidak dihitung, padahal di BPS itu dihitung sehingga biasanya kami menyebutnya adalah rumah tangga miskin. Jadi satu rumah tangga itu ada berapa jiwa.

Host: Ya, menarik sekali. Kemudian, aspek apa saja menyebabkan sehingga Sulbar sempat dinobatkan daerah termiskin. Seperti apa gambaran umumnya?

Tina: Kami ingin menyampaikan dulu untuk konsep penduduk miskin ekstrem itu kalau pengeluaran rumah tangganya kurang dari Rp 362.692 rupiah per kapita per hari. Itu sekitar 1,9 dolar US. Itu kesepakatan antar negara.

Untuk di Sulbar, persentase penduduk miskin di Maret 2024 itu 11,21 persen. Sebenarnya jika dibandingkan Maret 2023 itu ada penurunan kemiskinan 0,28 persen poin.

Kalau kita lihat, ya penurunan persentase kemiskinan itu dibandingkan Maret 2024 dan 2023 terbesar itu terjadi di Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Sulbar urutan ketiga penurunan kemiskinan di regional Sulawesi.

Untuk kemiskinan ekstrem, tahun 2023 angka kemiskinan ekstrem turun dari 2,94 persen di 2022 menjadi 0,75 persen di 2023. Jadi sebenernya di 2023 kemiskinan ekstrem di Sulbar itu di bawah 1 persen atau mendekati nol. Kemudian, di Maret 2024 menjadi 1,46 persen. 

Untuk Sulbar yang angka kemiskinan ekstremnya 1,46 persen itu angkanya sama dengan Gorontalo. Sulbar masih di bawah Maluku dengan tingkat kemiskinan ekstrem 1,98 persen dan jauh di bawah Papua Tengah 6,09 persen.

Peningkatan kemiskinan ekstrem di Sulbar tertinggi karena tahun lalu, 2023 itu 0,75 persen menjadi 1,46 persen. Kenaikannya ini tertinggi, tapi angka kemiskinan ekstremnya itu masih banyak di bawah provinsi yang lain 

Host: Jadi, masih kurang lebih ya, Bu di ambang batas. Kalau dalam tanda kutip masih batas normal yang ditetapkan pemerintah?

Tina: Targetnya nol koma. Harus mendekati no koma target prioritas presiden.

Host: Kemudian apa sih dampaknya untuk kehidupan masyarakat. Ini dampak sosial kemiskinan dampak sosial lainnya seperti angka putus sekolah, pernikahan dini yang tinggi, dan yang masih jadi bahan pembicaraan stanting.

Tina: Jadi, media seperti ini ya podcast yang dilakukan Tribun Sulbar sangat penting untuk selalu diangkat soal kemiskinan ekstrem. Ini harus jadi perhatian utamanya pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan ekstrem mengigat dampak dari kemiskinan ekstrem di suatu wilayah.

Saya ingin menjelaskan tingkat kesejahteraan masyarakat itu terbagi dari 10 desil. Desil 1, desil 2, desil 3, sampai yang tertinggi desil 10.

Jadi desil 1 itu yang paling terbawah, kemiskinan ekstrem itu biasanya ada di penduduk di desil 1. Ketika suatu rumah tangga itu berkategori miskin ekstrem, maka dia itu ada banyak di desil 1.

Kalau ada peningkatan kemiskinan ekstrem berarti desil 1 membengkak. Padahal kita berharap desil 1 itu semakin mendekati nol.

Kalau untuk kemiskinan mungkin tidak bisa hilang di suatu tempat, yang  ingin kita hilangkan adalah miskin ekstrem yaitu presentasenya mendekati nol persen.

Berdasarkan definisi WHO dan FAO orang yang di desil 1 itu adalah orang yang paling lemah karena dia belum mampu mencukupi kebutuhan hidup yang paling minimal.

Kalau dalilnya Gandi, mereka itu adalah orang-orang yang the last, the lost, the list, dan the lowest.

Maksudnya kalau misalnya ada kesempatan, ada bantuan sosial kadang mereka itu dapat yang paling akhir. Bisa jadi informasinya terlambat, kesempatannya kecil, bisa hal tersebut disebabkan faktor dalam dirinya dan dari luar. Kalau dari luar bisa jadi informasinya yang kurang. Kalau di dalam dirinya biasanya mereka tidak percaya diri.

Penduduk miskin ekstrem biasnya tinggal di daerah pedesaan bekerja serabutan, buruh tani. Kalau di kota mereka juga biasanya bekerja serabutan sehingga dampaknya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang sehat.

Jadi karena BPS ini harus berdasarkan fakta, di tahun 2024 itu terjadi penurunan rata-rata konsumsi per kapita per bulan penduduk Sulbar yang berada di presentil 2 sebanyak 2,36 persen dibandingkan tahun 2023.

Dampak dari kemiskinan ekstrem akan terjadi peningkatan angka kriminalitas karena adanya dorongan melakukan perbuatan kriminal karena motif ekonomi.

Penelitian dari harian kompas tahun 2024 ada korelasi positif antara kemiskinan dengan angka pembunuhan, yaitu per 100 ribu penduduk. Berarti semakin tinggi tinggi tingkat kemiskinan maka tingkat kriminalitas khusunya pembunuhan akan semakin tinggi.

Tentunya kita tidak menginginkan ini terjadi dan juga dampak dari kemiskinan ekstrem munculnya bermacam konflik horizontal kan bisa jadi ada kecemburuan sosial, ada rasa ketidakadilan.

Host: Kemudian, Bu Tina seperti apa peran-peran masyarakat atau pemerintah sendiri dulu akan ada bantuan-bantuan sosial, kemudian ada kebijakan baru lagi. Apakah itu mempengaruhi terhadap pengentasan kemiskinan?

Tina: Saya ingin berbicara mengenai peran dari masyarakat terlebih dahulu.

Pemerintah banyak memiliki program, khususnya bantuan pangan murah, ada bansos. Ada peran dari masyarakat dengan mengkonfirmasikan jika ada rumah tangga miskin ekstrem di wilayahnya yang tidak dapat (bantuan). 

Keberadaan miskin ekstrem yang paling paham adalah masyarakat. Jika mengandalkan pemerintah untuk mencatat maka akan butuh waktu dan anggaran. Jadi, masyarakat juga bisa secara mandiri menginformasikan. Misalnya di sana ada rumah tangga anak yang stanting.

Salah satu provinsi, yaitu Bali angka kemiskinan ekstremnya hanya 0,23 persen. Jadi di sana itu mereka mengoptimalkan peran adat dalam berbagai hal untuk bisa menjangkau miskin ekstrem.

Saya banyak mendengar CSR dari swasta yang memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, bisa bentuk pemberian keterampilan, distribusi makanan, obat-obatan, pelatihan, dan bisa juga berdasarkan swadaya masyarakat melakukan pembangunan mungkin peningkatan sistem sanitasi karena biasanya keluarga miskin ekstrem ini gampang sakit. Mungkin karena makanannya kurang bergizi dan mungkin suplainya juga tidak memadai. Rumahnya juga mungkin kumuh sehingga mereka gampang sakit. Sehingga, orang-orang seperti ini bisa dilaporkan kepada pemerintah agar terdata di data base.

Host: Tadi sudah banyak sekali dijelaskan tentang permasalahan kemiskinan ekstrem di Sulbar bahkan sempat disinggung mempengaruhi mental seseorang. Apasih tantangan yang dihadapi dalam upaya pengentasan kemiskinan ekstrem ini di Sulbar?

Tina: Salah satu tugas BPS adalah memberikan advokasi statistik, kami menyampaikan kalau kemiskinan itu ke Tim Pengendali Kemiskinan Daerah (TPKD) bagaimana memaknai data statistik terkait kemiskinan. Sehingga nanti perencanaan penanganan kemiskinan itu lebih jernih dan terarah.

Di tahun 2023, Pemprov Sulbar, TPKD sudah berhasil menekan kemiskinan ekstremnya menjadi 0,75 persen. Jadi sebenernya sudah ada bast practice ya dari pemerintah. Kami sudah sampaikan pada Desember 2023 ke TPKD bahwa TPKD harus memperhatikan konsumsi dari desil 1 itu jangan sampai turun, terutama konsumsi makanan.

Sementara desil 1 itu kalau misalnya disediakan lapangan pekerjaan itu bisa jadi mereka tidak tercecer di belakang. 

Sehingga memang tantangannya yang pertama, struktur ketenagakerjaan di Sulbar itu menunjukkan tenaga kerja di Sulbar lebih banyak di sektor informal sebayak 68,95 persen atau 517 ribu orang di Sulbar bekerja di kegiatan informal. Ini naik dari angka Februari 2023. 

Ini jadi tantangan karena biasanya bekerja di informal itu maka mereka kurang terlindungi, mereka bisa diberhentikan kapanpun, bisa jadi upah mereka kurang dihargai. Ini jadi pekerjaan rumah TPKD.

Kemudian tantangan menekan angka kemiskinan ekstrem, kita ini menghadapi perubahan iklim ini diperkirakan akan meningkat frekuensi dan tingkat keparahan guncangan alam yang akan menjebak rumah tangga miskin kembali ke kemiskinan dan mendorong keluarga tentan miskin bisa lebih ke bawah lagi karena banyak kesempatan kerja itu bergantung pada bagaimana kondisi iklim.

Kita banyak produksi-priduksi yang bergantung pada kondisi iklim. Jadi kondisi keluarga miskin ekstrem ini rentan dan rapuh. Mereka sangat butuh perhatian dan bantuan pemerintah daerah terutama yang bantuan langsung.

Tantangan ketiga kemiskinan ekstrem di Sulbar yaitu kontributor terbesar ekonomi dari pertanian. Pertumbuhannya itu sebesar 3,68 persen untuk usaha pertanian, Kehutanan, perikanan. Namun, sektor ini sering dikaitkan dengan upayanya yang rendah. Sehingga, itu tidak cukup untuk menopang keluarga bisa keluar dari garis kemiskinan ekstrem.

Itu yang jadi PR besarnya yang perlu kolaborasi berbagai pihak, termasuk masyarakat.

Host: Apakah Sumber Daya Manusia, atau skill berpengaruh terhadap kemiskinan. Bagaimana BPS memandangnya?

Tina: BPS memiliki survei untuk mengukur apakah SDM nya itu bisa bersaing atau tidak. Nama survey nya itu Servei Angkatan Kerja Nasional (Sukernas).

Berdasarkan data Sukernas tahun 2024, 67,23 persen penduduk miskin di Sulbar pendidikannya SD ke bawah. Sehingga, jika pemerintah daerah memiliki program dan ternyata bisa mengakses program tersebut minimal SD, maka mereka akan tercecer lagi.

Untuk keterampilan khusus, biasnya dibutuhkan untuk masuk ke pasar kerja dan kami juga mencatat di masyarakat miskin itu kekurangan keterampilan untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang bisa membawa mereka keluar dari garis kemiskinan.

Kami mendengar beberapa waktu lalu, sebenarnya pemerintah punya program untuk menambah pendidikan dan juga keterampilan misalnya pendidikan paket A, yang putus sekolah. Itu adalah program yang sangat baik mengingat ada juga perusahaan-perusahaan atau tempat bekeja yang mewajibkan batas pendidikan.

Host: Setiap bulan BPS mengungkapkan data terkait kanaikan harga, inflasi. Beberapa bulan terakhir inflasi terkendali, namun mengapa kemiskinan masih jadi permasalahan utama?

Tina: Inflasi yang terkendali itu batasnya 2,5 persen plus mines satu. Ketika suatu wilayah inflasinya di bawah batas tadi, maka dapat diasumsikan kondisi ekonominya itu stabil. Sehingga memungkinkan orang memiliki kepastian dalam bekerja.

Secara umum, di Sulbar inflasinya masih terkendali di bulan Maret 2024 sama dengan periode Susenas untuk memotret kemiskinan itu inflasi bulanannya sebesar 0,43 persen. Kemudian secara Year-on-Year atau tahunan sebesar 2,76 persen, masih di bawah tiga persen.

Untuk 2024 ini, inflasi tahunan masih dalam rentang target pemerintah yaitu antara 1,5-3,5 persen.

Di bukan Maret 2024, inflasi Sulbar mencapai 0,58 persen dan masih di bawah target 1,5 persen yang ditetapkan oleh pemerintah.

Jadi, memang inflasi di sini kami menyampaikan itu terkandali untuk di Sulbar. Namun, itu tidak menutupi kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang semakin lebar. Kalau dari Susenas, kami memotret bulan Maret 2024 tingkat kedalaman kemiskinan dan juga tingkat keparahan kemiskinan itu melebar, jadi naik.

Walaupun inflasinya terkendali, tapi ternyata kesenjangan pendapatan, pengeluaran antar rumah tangga di Sulbar itu semakin melebar terutama penduduk miskinnya.

Mengapa inflasi terkendali, namun Kemiskinan ekstremnya meningkat? 

Kami BPS setiap Minggu selalu memberikan advokasi statistik kepada Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) jadi kegiatan tersebut ada pertukaran informasi. BPS memberikan informasi tentang pergerakan harga di pasar, dari data SP2KP, TPID memberikan informasi program yang dilakukan.

Kami mencermati, bahwa intervensi yang dilakukan pemerintah daerah itu kebanyakan lokusnya di daerah perkotaan. Sementara berdasarkan survei yang kami lakukan, kebanyak penduduk miskin dan juga miskin ekstrem banyak di pedesaan.

Mungkin kegiatan intervensi, atau gerakan pangan murah itu lebih bisa dilakukan di pedesaan. Ketika ada gerakan pasar murah kadang-kadang bisa jadi yang membeli orang yang mampu karena kadang-kadang miskin ekstrem mereka tidak punya uang. Ngutang tidak boleh, Mungin pemerintah bisa melengkapi gerakan pangan murah memprioritaskan untuk rumah tangga miskin dan juga rumah tangga miskin ekstrem.

Itu adalah pentingnya data base. Jadi perlu adanya data base yang update. Mungkin juga bisa disediakan mekanisme ngutang. Kadang tukang sayur itu bisa jadi best friend karena itu tadi bisa nanti ya (bayar).

Mengingat pemeliharaan data base itu penting, maka tentulah diharapkan ini ada peran dari pemerintah desa. Misalnya di suatu wilayah diduga miskin ekstrem, didoronglah untuk punya KTP karena banyak sekali program pemerintah yang mensyaratkan KTP. BPS pernah melakukan pendataan, ada juga masyarakat Sulbar yang belum punya KTP.

Nah itu, mungkin perlu didorong karena memang setiap bantuan itu ditanyakan KTP. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved