Wawancara Khusus
Wawancara Khusus Kepala BPS Sulbar Terkait Angka Kemiskinan Sulawesi Barat dan Faktor Penyebabnya
Kalau untuk kemiskinan mungkin tidak bisa hilang di suatu tempat, yang ingin kita hilangkan adalah miskin ekstrem yaitu presentasenya mendekati nol
Penulis: Suandi | Editor: Ilham Mulyawan
Saya banyak mendengar CSR dari swasta yang memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, bisa bentuk pemberian keterampilan, distribusi makanan, obat-obatan, pelatihan, dan bisa juga berdasarkan swadaya masyarakat melakukan pembangunan mungkin peningkatan sistem sanitasi karena biasanya keluarga miskin ekstrem ini gampang sakit. Mungkin karena makanannya kurang bergizi dan mungkin suplainya juga tidak memadai. Rumahnya juga mungkin kumuh sehingga mereka gampang sakit. Sehingga, orang-orang seperti ini bisa dilaporkan kepada pemerintah agar terdata di data base.
Host: Tadi sudah banyak sekali dijelaskan tentang permasalahan kemiskinan ekstrem di Sulbar bahkan sempat disinggung mempengaruhi mental seseorang. Apasih tantangan yang dihadapi dalam upaya pengentasan kemiskinan ekstrem ini di Sulbar?
Tina: Salah satu tugas BPS adalah memberikan advokasi statistik, kami menyampaikan kalau kemiskinan itu ke Tim Pengendali Kemiskinan Daerah (TPKD) bagaimana memaknai data statistik terkait kemiskinan. Sehingga nanti perencanaan penanganan kemiskinan itu lebih jernih dan terarah.
Di tahun 2023, Pemprov Sulbar, TPKD sudah berhasil menekan kemiskinan ekstremnya menjadi 0,75 persen. Jadi sebenernya sudah ada bast practice ya dari pemerintah. Kami sudah sampaikan pada Desember 2023 ke TPKD bahwa TPKD harus memperhatikan konsumsi dari desil 1 itu jangan sampai turun, terutama konsumsi makanan.
Sementara desil 1 itu kalau misalnya disediakan lapangan pekerjaan itu bisa jadi mereka tidak tercecer di belakang.
Sehingga memang tantangannya yang pertama, struktur ketenagakerjaan di Sulbar itu menunjukkan tenaga kerja di Sulbar lebih banyak di sektor informal sebayak 68,95 persen atau 517 ribu orang di Sulbar bekerja di kegiatan informal. Ini naik dari angka Februari 2023.
Ini jadi tantangan karena biasanya bekerja di informal itu maka mereka kurang terlindungi, mereka bisa diberhentikan kapanpun, bisa jadi upah mereka kurang dihargai. Ini jadi pekerjaan rumah TPKD.
Kemudian tantangan menekan angka kemiskinan ekstrem, kita ini menghadapi perubahan iklim ini diperkirakan akan meningkat frekuensi dan tingkat keparahan guncangan alam yang akan menjebak rumah tangga miskin kembali ke kemiskinan dan mendorong keluarga tentan miskin bisa lebih ke bawah lagi karena banyak kesempatan kerja itu bergantung pada bagaimana kondisi iklim.
Kita banyak produksi-priduksi yang bergantung pada kondisi iklim. Jadi kondisi keluarga miskin ekstrem ini rentan dan rapuh. Mereka sangat butuh perhatian dan bantuan pemerintah daerah terutama yang bantuan langsung.
Tantangan ketiga kemiskinan ekstrem di Sulbar yaitu kontributor terbesar ekonomi dari pertanian. Pertumbuhannya itu sebesar 3,68 persen untuk usaha pertanian, Kehutanan, perikanan. Namun, sektor ini sering dikaitkan dengan upayanya yang rendah. Sehingga, itu tidak cukup untuk menopang keluarga bisa keluar dari garis kemiskinan ekstrem.
Itu yang jadi PR besarnya yang perlu kolaborasi berbagai pihak, termasuk masyarakat.
Host: Apakah Sumber Daya Manusia, atau skill berpengaruh terhadap kemiskinan. Bagaimana BPS memandangnya?
Tina: BPS memiliki survei untuk mengukur apakah SDM nya itu bisa bersaing atau tidak. Nama survey nya itu Servei Angkatan Kerja Nasional (Sukernas).
Berdasarkan data Sukernas tahun 2024, 67,23 persen penduduk miskin di Sulbar pendidikannya SD ke bawah. Sehingga, jika pemerintah daerah memiliki program dan ternyata bisa mengakses program tersebut minimal SD, maka mereka akan tercecer lagi.
Untuk keterampilan khusus, biasnya dibutuhkan untuk masuk ke pasar kerja dan kami juga mencatat di masyarakat miskin itu kekurangan keterampilan untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang bisa membawa mereka keluar dari garis kemiskinan.
Kami mendengar beberapa waktu lalu, sebenarnya pemerintah punya program untuk menambah pendidikan dan juga keterampilan misalnya pendidikan paket A, yang putus sekolah. Itu adalah program yang sangat baik mengingat ada juga perusahaan-perusahaan atau tempat bekeja yang mewajibkan batas pendidikan.
Host: Setiap bulan BPS mengungkapkan data terkait kanaikan harga, inflasi. Beberapa bulan terakhir inflasi terkendali, namun mengapa kemiskinan masih jadi permasalahan utama?
Tina: Inflasi yang terkendali itu batasnya 2,5 persen plus mines satu. Ketika suatu wilayah inflasinya di bawah batas tadi, maka dapat diasumsikan kondisi ekonominya itu stabil. Sehingga memungkinkan orang memiliki kepastian dalam bekerja.
Secara umum, di Sulbar inflasinya masih terkendali di bulan Maret 2024 sama dengan periode Susenas untuk memotret kemiskinan itu inflasi bulanannya sebesar 0,43 persen. Kemudian secara Year-on-Year atau tahunan sebesar 2,76 persen, masih di bawah tiga persen.
Untuk 2024 ini, inflasi tahunan masih dalam rentang target pemerintah yaitu antara 1,5-3,5 persen.
Di bukan Maret 2024, inflasi Sulbar mencapai 0,58 persen dan masih di bawah target 1,5 persen yang ditetapkan oleh pemerintah.
Jadi, memang inflasi di sini kami menyampaikan itu terkandali untuk di Sulbar. Namun, itu tidak menutupi kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang semakin lebar. Kalau dari Susenas, kami memotret bulan Maret 2024 tingkat kedalaman kemiskinan dan juga tingkat keparahan kemiskinan itu melebar, jadi naik.
Walaupun inflasinya terkendali, tapi ternyata kesenjangan pendapatan, pengeluaran antar rumah tangga di Sulbar itu semakin melebar terutama penduduk miskinnya.
Mengapa inflasi terkendali, namun Kemiskinan ekstremnya meningkat?
Kami BPS setiap Minggu selalu memberikan advokasi statistik kepada Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) jadi kegiatan tersebut ada pertukaran informasi. BPS memberikan informasi tentang pergerakan harga di pasar, dari data SP2KP, TPID memberikan informasi program yang dilakukan.
Kami mencermati, bahwa intervensi yang dilakukan pemerintah daerah itu kebanyakan lokusnya di daerah perkotaan. Sementara berdasarkan survei yang kami lakukan, kebanyak penduduk miskin dan juga miskin ekstrem banyak di pedesaan.
Mungkin kegiatan intervensi, atau gerakan pangan murah itu lebih bisa dilakukan di pedesaan. Ketika ada gerakan pasar murah kadang-kadang bisa jadi yang membeli orang yang mampu karena kadang-kadang miskin ekstrem mereka tidak punya uang. Ngutang tidak boleh, Mungin pemerintah bisa melengkapi gerakan pangan murah memprioritaskan untuk rumah tangga miskin dan juga rumah tangga miskin ekstrem.
Itu adalah pentingnya data base. Jadi perlu adanya data base yang update. Mungkin juga bisa disediakan mekanisme ngutang. Kadang tukang sayur itu bisa jadi best friend karena itu tadi bisa nanti ya (bayar).
Mengingat pemeliharaan data base itu penting, maka tentulah diharapkan ini ada peran dari pemerintah desa. Misalnya di suatu wilayah diduga miskin ekstrem, didoronglah untuk punya KTP karena banyak sekali program pemerintah yang mensyaratkan KTP. BPS pernah melakukan pendataan, ada juga masyarakat Sulbar yang belum punya KTP.
Nah itu, mungkin perlu didorong karena memang setiap bantuan itu ditanyakan KTP. (*)
Tina Wahyufitri
BPS Sulbar
Podcast Bicara Sulbar
kemiskinan ekstrem
Kemiskinan Sulbar
wawancara khusus
WANSUS: BPOM Mamuju Ungkap Pentingnya Cek Klik untuk Pangan Aman & Hindari Kosmetik Bahan Berbahaya |
![]() |
---|
Wawancara Khusus Febrianto Wijaya: STY Dipecat Langkah Berani PSSI 4 Laga Jadi Pembuktian Patrick |
![]() |
---|
Wansus Sutinah Suhardi: Tantangan Penanganan Gempa Saat Covid Hingga Rela Pindah Demi Kota Mamuju |
![]() |
---|
Wawancara Khusus Zulfikar Suhardi: Sulbar Kaya Spot Wisata Menarik, Butuh Pengelolaan Lebih baik |
![]() |
---|
Wawancara Khusus Arsal Aras: Dengar dan Catat Aspirasi Warga Hingga Wujudkan Mateng Kota Agropolitan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.