Wawancara Khusus

Wawancara Khusus Kepala BPS Sulbar Terkait Angka Kemiskinan Sulawesi Barat dan Faktor Penyebabnya

Kalau untuk kemiskinan mungkin tidak bisa hilang di suatu tempat, yang  ingin kita hilangkan adalah miskin ekstrem yaitu presentasenya mendekati nol

Penulis: Suandi | Editor: Ilham Mulyawan
Tangkapan layar
Kepala BPS Sulbar menjadi narasumber Bicara Sulbar di Kantor Tribun Sulbar 

Kalau ada peningkatan kemiskinan ekstrem berarti desil 1 membengkak. Padahal kita berharap desil 1 itu semakin mendekati nol.

Kalau untuk kemiskinan mungkin tidak bisa hilang di suatu tempat, yang  ingin kita hilangkan adalah miskin ekstrem yaitu presentasenya mendekati nol persen.

Berdasarkan definisi WHO dan FAO orang yang di desil 1 itu adalah orang yang paling lemah karena dia belum mampu mencukupi kebutuhan hidup yang paling minimal.

Kalau dalilnya Gandi, mereka itu adalah orang-orang yang the last, the lost, the list, dan the lowest.

Maksudnya kalau misalnya ada kesempatan, ada bantuan sosial kadang mereka itu dapat yang paling akhir. Bisa jadi informasinya terlambat, kesempatannya kecil, bisa hal tersebut disebabkan faktor dalam dirinya dan dari luar. Kalau dari luar bisa jadi informasinya yang kurang. Kalau di dalam dirinya biasanya mereka tidak percaya diri.

Penduduk miskin ekstrem biasnya tinggal di daerah pedesaan bekerja serabutan, buruh tani. Kalau di kota mereka juga biasanya bekerja serabutan sehingga dampaknya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang sehat.

Jadi karena BPS ini harus berdasarkan fakta, di tahun 2024 itu terjadi penurunan rata-rata konsumsi per kapita per bulan penduduk Sulbar yang berada di presentil 2 sebanyak 2,36 persen dibandingkan tahun 2023.

Dampak dari kemiskinan ekstrem akan terjadi peningkatan angka kriminalitas karena adanya dorongan melakukan perbuatan kriminal karena motif ekonomi.

Penelitian dari harian kompas tahun 2024 ada korelasi positif antara kemiskinan dengan angka pembunuhan, yaitu per 100 ribu penduduk. Berarti semakin tinggi tinggi tingkat kemiskinan maka tingkat kriminalitas khusunya pembunuhan akan semakin tinggi.

Tentunya kita tidak menginginkan ini terjadi dan juga dampak dari kemiskinan ekstrem munculnya bermacam konflik horizontal kan bisa jadi ada kecemburuan sosial, ada rasa ketidakadilan.

Host: Kemudian, Bu Tina seperti apa peran-peran masyarakat atau pemerintah sendiri dulu akan ada bantuan-bantuan sosial, kemudian ada kebijakan baru lagi. Apakah itu mempengaruhi terhadap pengentasan kemiskinan?

Tina: Saya ingin berbicara mengenai peran dari masyarakat terlebih dahulu.

Pemerintah banyak memiliki program, khususnya bantuan pangan murah, ada bansos. Ada peran dari masyarakat dengan mengkonfirmasikan jika ada rumah tangga miskin ekstrem di wilayahnya yang tidak dapat (bantuan). 

Keberadaan miskin ekstrem yang paling paham adalah masyarakat. Jika mengandalkan pemerintah untuk mencatat maka akan butuh waktu dan anggaran. Jadi, masyarakat juga bisa secara mandiri menginformasikan. Misalnya di sana ada rumah tangga anak yang stanting.

Salah satu provinsi, yaitu Bali angka kemiskinan ekstremnya hanya 0,23 persen. Jadi di sana itu mereka mengoptimalkan peran adat dalam berbagai hal untuk bisa menjangkau miskin ekstrem.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved