Pemilu 2024

Buruknya Pemilu 2024 Pakai Sistem Proporsional Terbuka Kata PDIP Sulbar

PDIP Sulabr menyebut salah satu akibat buruknya Pemilu proporsional terbuka memicu pertikaian karena orang bisa bermain dengan semua pihak.

Penulis: Habluddin Hambali | Editor: Munawwarah Ahmad
Ist/Tribun-Sulbar.com
Sekjen PDI Perjuangan Sulbar Charles Wiseman (pegang mic) saat mempin penyaluran bantuan beras dari Puam Maharani di sekretariat PDI Perjuangan Sulbar di Graha Nusa Jl Jendral Sudirman, Kecamatan Simboro, Mamuju, Sulbar, Minggu (2/1/2022). 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - PDI-Perjuangan Sulbar membeberkan buruknya sistem proporsional terbuka selama ini diberlakukan di Pemilihan Umum (Pemilu).

Hal ini, disampaikan Sekretaris PDIP Sulbar Charles Wiseman, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Jumat (16/6/2023).

"Dampak yang timbul kalau sistem terbuka diantaranya permainan uang, orang memilih tidak berdasarkan kualitas sampai proses kaderisasi di Parpol terabaikan," kata Charles.

Bukan hanya itu, kata Charles ini juga bisa memicu pertikaian karena orang bisa bermain dengan semua pihak.

Ini menjadi pengamatan PDI-P selama proses sistem terbuka yang diberlakukan.

"Kualitas DPR hingga DPRD menurun. Beban penyelenggara Pemilu berat yang bisa berdampak ke kesehatannya," bebernya.

Makanya, PDI-P sepakat jika sistem tertutup diberlakukan pada Pemilu 2024.

Namun, karena MK sudah memutuskan sistem terbuka maka PDI-P tunduk pada UUD 45.

"Bagi PDI-P baik sistem terbuka maupun tertutup tidak ada masalah, sudah terbukti menang," ujarnya.

PDI-P pasti menghormati keputusan MK RI.

"Semoga pemilu berjalan dgn aman, bersih dan punya pertanggungjawaban moral kepada rakyat," tandasnya.7

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif sebagaimana dimohonkan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022. 

Dengan ini, pemilu legislatif yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.

"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams), dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023). 

Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang bertumpu pada Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.

Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. 

Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.

Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.

Sementara itu, dengan sistem pemilu terbuka, pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan. Sebab, calon anggota legislatif terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak, bukan yang ditentukan oleh partai politik.

Para pemohon yang berniat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada pemilu pun merasa dirugikan dengan sistem pemilu proporsional terbuka. Sistem tersebut dinilai menimbulkan persaingan yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal calon anggota legislatif.

“Sehingga, kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata,” demikian argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi. 

“Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas,” lanjut pemohon. 

Sorotan terhadap perkara ini mulai mencuat ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pada 29 Desember 2020 mengomentari adanya gugatan ini, yang belakangan ditafsirkan para elite politik sebagai bentuk dukungan KPU RI atas pemilu legislatif sistem proporsional daftar calon tertutup. Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akibat komentar ini.

Setelahnya, ramai-ramai partai politik dan kadernya mengajukan diri sebagai pihak terkait. Sedikitnya 17 pihak, mulai dari LSM, politikus, partai politik, dan perorangan, terdaftar sebagai pihak terkait dalam perkara ini.

Polemik timbul lagi setelah eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, mengeklaim mendapatkan informasi tepercaya bukan dari internal Mahkamah bahwa MK bakal memutuskan kembalinya sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru. 

Sementara itu, dari sisi tahapan pemilu, sejauh ini KPU RI telah melangsungkan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) sejak 1 Mei 2023 menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka.(*)

Sekjen PDI Perjuangan Sulbar Charles Wiseman (pegang mic) saat mempin penyaluran bantuan beras dari Puam Maharani di sekretariat PDI Perjuangan Sulbar di Graha Nusa Jl Jendral Sudirman, Kecamatan Simboro, Mamuju, Sulbar, Minggu (2/1/2022).

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved