Anak Tidak Sekolah

Anak Tidak Sekolah Sulbar Capai 44 Ribu Tertinggi di Sulawesi, Idris: 10 Ribu Saja Adalah Noda

Ulama, lanjut Idris, harus menjadi bagian dari pengurai permasalahan di provinsi ke-33 di Indonesia ini.

Penulis: Nurhadi Hasbi | Editor: Nurhadi Hasbi
HUMAS PEMPROV SULBAR
Sekprov Sulbar Muhammad Idris pimpin rapat monitoring pelaksanaan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Provinsi Sulbar di rumah jabatannya, Rabu (25/1/2023). 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Selain kasus stunting tertinggi kedua nasional, Sulawesi Barat (Sulbar) rupanya punya masalah besar lain.

Hal itu diungkapkan Sekertaris Provinsi (Sekprov) Sulbar Muhammad Idris saat membuka acara Of Trainers Da'i Peduli Inflasi Bank Indonesia Perwakilann Sulbar bekerjasama Pengurus Majelis Ulama (MUI) Provinsi Sulbar di Hotel Grand Maleo Mamuju, Kamis (9/3/2023).

Masalah tersebut, yakni tingginya angka tidak sekolah (ATS) dan pernikahan dini.

Angka tidak sekolah di Sulbar disampaikan Sekprov sebanyak 44 ribu.

Tertinggi pertama di regional Sulawesi.

"Jangankan 44 ribu, 10 ribu saja adalah noda bagi kita," kata Idris.

Sementara angka pernikahan dini, Sulbar tertinggi secara nasional.

Angkat pernikahan dini di Sulbar sebesar 17,71 persen.

"Jadi TOT ini sebetulnya tematik. Kita di Sulbar ini terlalu banyak masalah yang membuat kita harusnya massif TOT," ujar Idris.

Menurutnya, 50 peserta TOT tersebut sebetulnya tidak cukup.

BI, lanjut eks Deputi Bidang Diklat Aparatur LAN RI itu, harusnya membuka TOT berikutnya terhadap sejumlah permasalahan-permasalah di daerah ini.

"Ulama kita harus dilibatkan dalam penanganan issu-issu yang mengelilingi daerah kita ini. Harus dikerumuni ulama. Ulama harus berfatwa," pungkasnya.

Ulama, lanjut Idris, harus menjadi bagian dari pengurai permasalahan di provinsi ke-33 di Indonesia ini.

"Itulah sebabnya saya hadir di forum ini untuk sampaikan terima kasih kepada para dai dan ulama yang punya waktu dan masih punya waktu untuk sama-sama duduk ke depan. Tidak cukup sehari apalagi jika mau mengurai permasalahan yang cukup kompleks," ucapnya.

Tapi paling tidak, lanjutnya, para dai atau mubaligh bisa menambah referensi terkait permasalahan-permasalahan di daerah ini.

"Pemahaman dai juga butuh di update, apalagi jamaah kita semakin banyak millenial sehingga dai juga harus masuk ke sana (paham-paham millenial)," tuturnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved