OPINI

Peringatan Masif Hari Santri, Akankah Jadi Momentum Kebangkitan Umat?

Maka dari itu, karakter santri dan karakter ulama pada masa-masa dulu itu sudah jauh berbeda dari santri dan Ulama saat ini

Editor: Ilham Mulyawan
Tribun-Sulbar.com/Kamaruddin
Ilustrasi Perinhatan hari santri 

Mariani
Pegiat sosial media

TRIBUN-SULBAR.COM - Pada 10 Oktober 2022, pemerintah melalui Menteri Agama Bapak H Yaqut Cholil Qoumas Mengeluarkan surat edaran untuk melaksanakan upacara bendera dalam memperingati hari santri se-nusantara pada tanggal 22 Oktober tahun 2022.

Tiap tahunnya hal ini dilakukan dan tidak pernah terlewatkan untuk mengenang perjuangan para ulama,kiai dan para santri melawan penjajah Belanda.

Kala itu Mbah KH Hasyim Asy'ari sebagai pimpinan PP Tebuireng Jombang telah berhasil memberikan semangat juang para santri dengan meneriakkan sebuah kalimat Takbir. Dan akhirnya penjajah Belanda menyerah dan meninggalkan Nusantara tanpa perlawanan balik.

Begitu besarnya pengaruh kalimat Takbir, mampu menyatukan peran ulama dan santri untuk berjuang mengusir penjajah. Ini berarti peran para ulama dan para santri saat itu dipertimbangkan oleh orang orang barat. Hal ini patut dicontoh, dan diteladani. Pertanyaannya, apakah sosok santri dan Ulama saat ini memiliki andil dan peran untuk melindungi negara dari kafir penjajah???

Tahun ini dihari santri pemerintah mengangkat tema "Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan". Tema ini seakan-akan berbicara bahwa hanya para santrilah yang bisa di berdayakan menjaga martabat manusia dalam bernegara dan bangsa. Selain dari para santri, tidak bisa diharapkan. Kenapa dan mengapa ?

Untuk mencetak para generasi dibutuhkan alternatif yang cocok dan pas sesuai dengan visi dan misi pendidikan yaitu menjadi seorang pemimpin yang berkarakter jujur, amanah berakhlak mulia, dan jauh dari perkara maksiat.

Alternatif itu melalui pondok pesantren, maka tak heran jika banyak masyarakat yang lebih memilih sekolah anaknya dipondok pesantren daripada disekolah umum.

Pasalnya bahwa sekolah umum tidak mampu menjadikan anak-anak Sholeh dan Sholehah, hal ini sangat miris disebabkan sekolah umum hanya diberikan 2 jam mata pelajaran agama. Efeknya kurikulum pendidikan umum jauh dari harapan terwujudnya visi misi pendidikan yang islami.

Maka dari itu, karakter santri dan karakter ulama pada masa-masa dulu itu sudah jauh berbeda dari santri dan Ulama saat ini, hal ini jelas akan mengantarkan para santri dan Ulama tidak akan dipertimbangkan oleh kafir penjajah walaupun mereka setiap harinya meneriakkan Takbir namun terkait kemaksiatan pun tetap mereka jalankan.

Kenapa bisa seperti itu, apakah hasil dari pendidikan pesantren? Itu karena mereka para santri dan Ulama saat ini adalah korban dari sistem kufur yang diterapkan oleh negara saat ini. Mereka dibelokkan potensinya yang sebelumnya menjadi pejuang membela negara dan bangsa dengan semangat jihad fisabilillah, menjadi hanya fokus pada aktivitas ibadah mahdah (hubungan kepada Allah SWT). Yang mengajarkan ilmu hanya pada tataran fiqih, bahasa Arab, nahwu Sharaf, kitab kitab hadist, tafsir dan sebagainya juga mempelintir makna jihad dengan menggunakan moderasi beragama.

Hampir semua pelajaran di pesantren tidak membahas pelajaran politik Islam, sistem pergaulan, sistem pendidikan Islam, sistem pemerintahan Islam, yang akan mempermudah para santri memahami esensi potensi diri sendiri sebagai generasi penerus bangsa.

Inilah bentukan pendidikan kapitalis yang berasaskan pada sekulerisme (pemisahan hidup dengan aturan Allah). Sehingga dalam pendidikan dan hidup senantiasa dipisahkan. Akhirnya ada yang sekolah di pondok jika mau jadi Sholeh dan ada yang sekolah di sekolah umum negeri jika memiliki cita cita yang lain. Inilah bentuk gaya penjajahan baru, tidak lagi di jajah melalui fisik tapi melalui bentuk pemikiran yang diadopsi dari sistem buatan orang orang kafir.

Maka wajar, lulusan pendidikan umum seperti para ahli ekonomi akan menjalankan sistem perbankan yang telah di haramkan syariat Islam, juga para ahli sejarah akan membelokkan fakta sejarah sesuai dengan kepentingan penjajah asing. Seperti halnya kurun waktu penjajahan Belanda dikatakan selama ratusan tahun padahal setelah mencari jejak-jejak penjajahan dari para pakar sejarah yang Islami, Nusantara dijajah hanya puluhan tahun saja. Inilah pembodohan media yang dikuasai oleh Asing.

Melihat bentuk pendidikan pada zaman daulah Islam dulu, tidak ada pemisahan sistem pendidikan dengan sistem-sistem yang lain. Semuanya saling terkait satu sama lain dan terikat pada asas yang kuat yaitu akidah islamiah. Sehingga tidak dijumpai adanya pemisahan sekolah umum dan pesantren yang ada hanyalah satu yaitu sekolah saja yang Besic nya tidak hanya membuat Sholeh kaum pelajar tapi juga mencerdaskan secara ilmu dunia seperti sains, matematika, teknologi dan sebagainya. Terlahirlah para intelektual yang kuat dan mampu mentransfer keilmuannya dengan tetap terikat pada ketaatan. Serta akan menjadi generasi penerus yang mendakwahkan Islam sebagai kewajiban individu juga bagian dari konsekwensi orang orang yang berilmu.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Wajah Baru Pendidikan Indonesia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved