Berita Mamuju

Awal Kasus Alih Fungsi Lahan Hutan Lindung yang Jerat Wakil Ketua DPRD Mamuju Andi Dodi Hermawan

Kepala Kajati Sulbar Didik Istiyanta menjelaskan, tersangka ADH membeli lahan dalam kasus hutan lindung pada tahun 2016 terletak di Desa Tadui

Penulis: Abd Rahman | Editor: Ilham Mulyawan
Kejati Sulbar
Wakil ketua DPRD Mamuju Andi Dodi Hermawan ditahan Kejati Sulbar 

Kepala Kajati Sulbar Didik Istiyanta menjelaskan, tersangka ADH membeli lahan dalam kasus hutan lindung pada tahun 2016 terletak di Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju.

Dengan maksud, akan membangun usaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) atas permintaan tersangka ADH.

"Kepala Desa Tadui SB menerbitkan Sporadik yang statusnya dicantumkan sebagai tanah negara bebas, padahal diketahui lokasi tersebut adalah kawasan hutan," terang Didik.

Kata dia, berdasarkan Sporadik tersebut, ADH mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat kepada Kepala BPN Mamuju HN.

Kemudian, TIM A (Pemeriksa Tanah) pada tahun 2017 yang diangkat oleh HN ditugaskan untuk memberikan rekomendasi persyaratan diterbitkannya status kepemilikan.

Namun, MN sebagai TIM A tidak melaksanakan tugasnya mengadakan penelitian dan pengkajian mengenai status tanah, apakah masuk dalam kawasan hutan atau tidak.

Padahal MN mengetahui bahwa yang dapat menggugurkan permohonan untuk penerbitan sertifikat tanah adalah salah satunya merupakan Kawasan hutan lindung.

Pada tahun 2019 di atas lahan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 611 tersebut, Andi Dodi membangun SPBU.

ADH telah mendapat kepastian informasi tentang kawasan hutan dari notaris.

"Namun tersangka ADH tidak menggubris adanya pengeluaran luas lahan tersebut," jelasnya.

SPBU yang dibangun dan dikelola sampai saat ini, bahkan di atas lahan tersebut seperti rumah makan dan bangunan yang kemudian disewakan sebagian lahannya untuk minimarket Indomaret.

Didik membeberkan, atas penguasaan tanah dalam kawasan hutan lindung tersebut, negara dirugikan senilai Rp 8,2 miliar.

Adapun, pasal yang disangkakan Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar.(*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved