Pimpinan Madrasah Cabuli 7 Santri, PWNU Sulbar: Regulasi Pendirian Madrasah & Ponpes Diperketat
"Nah ini yang tidak dimiliki pondok hari ini, sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya kasus pencabulan," terang Adnan Nota kepada Tribun-Sulbar.
Penulis: Fahrun Ramli | Editor: Hasrul Rusdi
TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Ketua PWNU Sulawesi Barat (Sulbar), Adnan Nota, menanggapi Kasus Pencabulan yang dilakukan oleh pemimpin Madrasah di Mamuju.
Dari kasus tersebut, Adnan Nota meminta perlunya regulasi terkait pendirian Madrasah atau pondok pesantren harus diperketat.
Sebab ia melihat banyaknya fenomena orang yang tertarik mendirikan pondok pesantren.
Hal tersebut dinilai dimanfaatkan oleh segelintir orang yang tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas mendirikan pondok pesantren.
Menurutnya ada tiga rukun prasyarat dalam mendirikan pondok, apabila tidak memenuhi prasyarat itu maka tidak layak disebut sebagai pondok pesantren.
Baca juga: Kecam Kasus Pencabulan 7 Santriwati, Aktivis KPMM Mamuju Minta Pelaku Dihukum Berat
Baca juga: POPULER SULBAR: Puteri Indonesia Defanda Azzahra | Ketua DPRD Sulbar Diserang Warganet

Seperti memiliki kyai, ada ustadz dan ustadzahnya yang menjadi rujukan utama dalam hal keilmuan dan akhlak.
"Nah ini yang tidak dimiliki pondok hari ini, sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya kasus pencabulan," terang Adnan Nota kepada Tribun-Sulbar.com, Senin (7/2/2022).
Kata dia, paling utama dalam proses pendidikan pesantren adalah pembacaan kitab mu'tabarah dan penanaman akhlak yang ia nilai mulai hilang.
"Sehingga banyak orang yang hanya memanfaatkan itu, karena akhlak yang belum mapan terjadilah hal-hal itu, karena posisi kyai dalam pondok itu luar biasa dan memiliki otoritas penuh," jelasnya.
Dia mendorong regulasi yang mengatur sekolah apalagi pendidikan berbasis pondok pesantren harus diperketat.
Keberadaan pondok pesantren bahkan harus ada pembinaan secara khusus terkait persoalan berulang yakni kekerasan dan pelecehan.
Ia juga meminta agar masyarakat tidak menjeneralkan atau menganggap semua Madrasah seperti itu.
Ia pun, meminta proses hukum tetap berjalan sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Sementara untuk pelaku inisial AR (47) kini mendekam di Mapolresta Mamuju, ia ditetapkan sebagai tersangka.
Setelah sebelumnya diperiksa selama 1x24 jam, sejak Sabtu (5/2/2022) kemarin.
Setelah pihak kepolisian menerima laporan dari sejumlah santriwati yang diduga mendapat perlakuan tak senonoh.
Tersangka AR disangkakan pasal Pasal 82 ayat (1) dan (2) Jo. Pasal 76 E dengan ancaman 5–15 tahun penjara.(*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com Fahrun Ramli