Opini

Muhammad Aras Prabowo: Tokoh NU Muda Kontemporer Bidang Ekonomi

Ia melihat bahwa budaya lokal bukan penghalang modernisasi, melainkan fondasi etika ekonomi Indonesia.

Editor: Nurhadi Hasbi
Istimewa
Direktur Lembaga Profesi Ekonomi dan Keuangan PB PMII 2021–2024 Muhammad Aras Prabowo 

Oleh: Riska Prasasti
(KOPRI PB PMII)

DALAM peta intelektual Nahdlatul Ulama (NU) kontemporer, muncul sejumlah tokoh muda yang memadukan khazanah keilmuan pesantren dengan pendekatan akademik modern.

Salah satunya adalah Dr. Muhammad Aras Prabowo, dosen dan peneliti dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta. Beliau dikenal sebagai figur akademik yang menaruh perhatian besar pada bidang ekonomi, akuntansi, dan budaya, dengan semangat menjembatani nilai‐nilai keislaman, sosial, dan praksis ekonomi kontemporer.

Melalui rekam jejak akademiknya di Google Scholar, SINTA, dan ResearchGate, Aras Prabowo menunjukkan arah pemikiran yang kuat dalam bidang cultural accounting, sebuah pendekatan yang menempatkan akuntansi bukan sekadar sistem angka, melainkan bagian dari konstruksi sosial dan nilai budaya.

Pendekatan ini menegaskan bahwa sistem keuangan, pencatatan, dan akuntabilitas tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial masyarakat Indonesia yang erat dengan nilai‐nilai gotong royong, amanah, dan keadilan sosial.

Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai Bugis seperti siri’ (harga diri) dan lempu’ (kejujuran), yang ia angkat dalam disertasi dan buku-bukunya, termasuk Akuntansi dalam Kebudayaan Bugis dan Eko-Akunta-Nesia: Teori, Konsep, dan Konteks.

Baca juga: Danantara Hianati Ekonomi Kerakyatan Soemitro

Ia melihat bahwa budaya lokal bukan penghalang modernisasi, melainkan fondasi etika ekonomi Indonesia.

Latar belakang akademik Muhammad Aras Prabowo dibangun dari disiplin akuntansi yang ia tekuni sejak awal kariernya. Di UNUSIA, ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Program Studi Akuntansi, posisi yang memungkinkannya mengembangkan visi pendidikan akuntansi berbasis nilai‐nilai keindonesiaan dan keislaman.

Dari ruang kuliah hingga riset, ia mendorong mahasiswa untuk memahami akuntansi tidak semata sebagai keterampilan teknis, tetapi juga sebagai alat moral untuk mewujudkan transparansi dan keadilan sosial.

Aras Prabowo menekankan bahwa akuntansi merupakan tanggung jawab spiritual berupa hisab yang sesungguhnya, karena di setiap angka terdapat moral dan amanah.

Sebagai bagian dari civitas akademika di kampus yang lahir dari rahim NU, Aras Prabowo juga menempatkan dirinya dalam gerakan intelektual keagamaan yang berorientasi pada kemaslahatan. Ia sering menekankan pentingnya mengaitkan praktik ekonomi dengan nilai etika dan spiritualitas.

Dalam berbagai kesempatan diskusi dan publikasi, ia menggagas konsep “Akuntansi sebagai Etika Sosial dan Budaya”, yakni pandangan bahwa praktik ekonomi dan tata kelola keuangan harus selalu berpihak pada kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar pada pertumbuhan angka makroekonomi.

Pemikiran tersebut sejalan dengan visi besar NU sebagai gerakan sosial‐keagamaan yang menempatkan keadilan sosial dan kemanusiaan sebagai fondasi pembangunan.

Aras Prabowo melihat bahwa persoalan ekonomi bangsa, baik dalam tataran mikro seperti pesantren dan koperasi warga, maupun dalam tataran makro seperti tata kelola BUMN, harus dihadapi dengan cara pandang etis dan berbasis budaya lokal.

Dengan kata lain, reformasi ekonomi bagi dirinya bukan hanya soal efisiensi, melainkan juga soal moralitas dan keberpihakan kepada rakyat kecil.

Kiprah Aras Prabowo tidak terbatas di ruang akademik. Ia juga aktif berkolaborasi dengan lembaga negara dan ormas keagamaan dalam isu‐isu publik, mulai dari tata kelola keuangan hingga pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren.

Dalam sejumlah kegiatan resmi antara UNUSIA dan lembaga mitra seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ia tampil sebagai narasumber dan inisiator dialog akademik mengenai keuangan berintegritas.

Perannya ini menunjukkan komitmen untuk menghubungkan dunia pendidikan tinggi NU dengan lembaga negara dalam memperkuat sistem ekonomi yang bersih dan akuntabel.

Dalam pandangan para aktivis muda NU dan PMII, sosok Aras Prabowo dianggap sebagai representasi cendekiawan NU muda yang berwawasan luas, namun tetap berpijak pada nilai‐nilai pesantren.

Ia mampu menjembatani tradisi intelektual klasik dengan metodologi ilmiah modern. Sifatnya yang terbuka, reflektif, dan argumentatif menjadikannya panutan bagi generasi muda yang ingin berkiprah di dunia akademik tanpa meninggalkan akar keislaman dan kebangsaan.

Pemikiran Aras Prabowo juga memperkaya diskursus tentang ekonomi berkeadilan di lingkungan NU. Ia menyoroti bagaimana lembaga keagamaan, khususnya pesantren, dapat memainkan peran strategis dalam membangun kemandirian ekonomi umat.

Dengan basis nilai‐nilai kejujuran, amanah, dan keikhlasan, pesantren memiliki potensi besar menjadi pelopor ekonomi sosial berbasis komunitas.

Dalam kerangka inilah, Aras Prabowo menempatkan akuntansi dan ekonomi bukan semata sistem finansial, tetapi sebagai instrumen kebudayaan dan moralitas sosial.

Selain sebagai akademisi, ia juga dikenal aktif menulis opini di media untuk mengkritisi arah kebijakan ekonomi nasional.

Tulisan‐tulisannya kerap menyoroti pentingnya reformasi berkelanjutan di sektor BUMN, penguatan tata kelola keuangan publik, serta perlunya pendekatan budaya dalam memahami perilaku ekonomi masyarakat.

Kritiknya tajam namun konstruktif, bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk mendorong perbaikan institusi dan kebijakan publik.

Dengan latar keilmuan yang kokoh dan kepedulian sosial yang tinggi, Dr. Muhammad Aras Prabowo menempati posisi penting dalam generasi intelektual muda NU masa kini.

Ia membuktikan bahwa ekonomi dan akuntansi bukanlah wilayah kering tanpa nilai, melainkan ruang perjuangan untuk mewujudkan cita‐cita keadilan dan kesejahteraan sosial yang menjadi inti ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.

Sosoknya menunjukkan bahwa di tengah arus pragmatisme ekonomi global, masih ada akademisi yang mengusung idealisme dan keberpihakan pada nilai kemanusiaan.

Dalam dirinya, etika pesantren bertemu dengan rasionalitas ilmiah; keilmuan akuntansi berpadu dengan semangat kebangsaan.

Ia adalah potret tokoh NU muda kontemporer bidang ekonomi, yang meneguhkan bahwa ilmu pengetahuan sejati selalu berakar pada nilai, dan nilai yang hidup mesti berpijak pada ilmu.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Perokok Pemula dan Dilema Budaya

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved