Demo Honorer Mamuju
Sempat Dikabarkan Umrah Bupati Mamuju Sutinah Ternyata Ada di Rujab, Massa Aksi Merasa Dibohongi
Saat massa melanjutkan aksi ke DPRD Mamuju sekitar pukul 11.30 WITA, mereka mendengar kabar bahwa bupati sedang berada di Makassar.
Penulis: Suandi | Editor: Ilham Mulyawan
TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Massa unjuk rasa yang terdiri dari honorer dan tenaga kontrak di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat merasa dibohongi terkait keberadaan unsur pimpinan Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat saat mereka menuntut nasib mereka, Senin (15/9/2025).
Massa awalnya menggelar unjuk rasa di kantor bupati Mamuju, kemudian bergeser ke Gedung DPRD Mamuju setelah Kepala Kesbangpol Mamuju, Usdi mengatakan Bupati Mamuju, Sutinah Suhardi sedang menjalani ibadah umrah.
Informasi itu kemudian disampaikan ke massa oleh koordinator lapangan, Ahyar.
Namun, beberapa jam berselang, informasi berbeda kembali muncul.
Baca juga: Duduki Kantor DPRD Mamuju Massa Aksi Diterima 2 Anggota Dewan Ramliati dan Mervi Parasan
Baca juga: 5 Jam Menunggu di DPRD Mamuju, Honorer Geram, Pejabat BKPP dan Disdikpora Dijemput Paksa
Saat massa melanjutkan aksi ke DPRD Mamuju sekitar pukul 11.30 WITA, mereka mendengar kabar bahwa bupati sedang berada di Makassar.
Kekecewaan kian memuncak ketika perwakilan DPRD bersama koordinator aksi mendatangi Kantor Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) sekitar pukul 15.30 WITA.
Kantor ternyata kosong.
Belakangan, diketahui Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi BKPP justru berada di rumah jabatan (rujab) bupati.
“Faktanya, bupati ada di rujab. Katanya baru bisa menemui kita besok pukul 14.00 WITA,” ujar Ahyar, koordinator lapangan aksi.
Sulkarnain, salah satu orator aksi, menilai honorer dan tenaga kontrak telah dibohongi berulang kali.
“Kebohongan pertama, dibilang bupati umrah. Kedua, katanya di Makassar. Ketiga, ternyata di rujab. Ini sudah tiga kali kita dibohongi,” ungkapnya.
Massa kemudian bersikeras agar bupati menemui mereka hari itu juga.
“Mana yang lebih penting, rapat atau kepentingan masyarakat yang mendesak seperti ini,” kata Sulkarnain.
Massa meminta Bupati Sutinah mengundurkan diri jika tidak menemui mereka.
"Kalau hari ini tidak bisa datang, maka kami minta agar mengundurkan diri," teriak massa serentak.
Massa telah membuat video pernyataan mendesak Bupati menemui mereka.
Jika tidak bisa, Sutinah diminta mengundurkan diri.
Video tersebut dibagikan di media sosial dan kompak menandai akun Bupati, Gubernur Sulbar, dan Presiden Prabowo.
Aksi ini digelar lantaran honorer dan tenaga kontrak merasa tidak diakomodasi untuk diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.
Diberitakan sebelumnya, usai tak ditemui unsur pimpinan Pemkab Mamuju di kantor bupati, honorer dan tenaga kontrak kemudian mendatangi Gedung DPRD Mamuju, Senin (15/9/2025).
Sekitar pukul 11.30 WITA, massa bergerak ke Gedung DPRD Mamuju.
Massa sempat kecewa, karena Gedung DPRD Mamuju kosong tanpa satu pun anggota DPRD.
Tak ingin pulang dengan tangan hampa, para honorer dan tekon kemudian menduduki kursi para legislator.
Mereka juga membentangkan spanduk serta menempelkan kertas bertuliskan sindiran keras di meja pimpinan dewan.
Beberapa tulisan bernada satir yang mereka pajang antara lain: “Nakes jantung kesehatan,” “Jangan Bunuh Keadilan,” hingga “Matikan saja mantanku, guru tetap semangat”
Aksi itu menjadi luapan kekecewaan mereka terhadap para wakil rakyat yang dinilai abai.
“Kami kecewa, anggota dewan digaji dari pajak rakyat tapi justru tidak ada yang hadir,” ujar Udin seorang peserta aksi.
Selain meluapkan kekecewaan, massa juga menyampaikan tuntutan utama mereka, yakni mendesak pemerintah segera mengangkat honorer dan Tekon menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu.
Sekitar pukul 12.40 WITA, dua anggota DPRD Mamuju, Ramliati dan Mervi Parasan, akhirnya datang menemui massa.
Kehadiran mereka langsung disambut dengan teriakan dari demonstran.
“Ibu anggota DPRD, ya? Maaf, saya tidak pernah lihat sebelumnya,” sahut salah satu peserta aksi saat menyambut kedatangan Ramliati.
Bupati dan Wabup Tak di Tempat
Honorer dan tenaga kontrak (Tekon) di Kabupaten Mamuju kecewa setelah aksi unjuk rasa mereka di depan Kantor Bupati Mamuju, Sulaesi Barat pada Senin (15/9/2025) berakhir hampa, karena tak bisa menemui kepala daerah hingga Sekretaris daerah Mamuju.
Tak ada satu pun pejabat temui mereka.

Mereka mendatangi kantor Bupati Mamuju ingin mendapatkan penjelasan terkait nasib mereka, yang tidak diusulkan masuk dalam formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu tahun 2025.
Koordinator aksi, Ahyar mengatakan unsur pimpinan Pemkab Mamuju tak satu pun di tempat.
“Katanya bupati (Sutinah Suhardi) sedang umrah, wakil bupati (Yuki Permana) tiba-tiba ke Makassar, kepala BKD juga di Makassar, sementara pak Sekda (sakit) stroke,” ujar Koordinator Lapangan Aksi, Ahyar melalui pengeras suara.
Mendengar penjelasan itu, massa sontak kecewa dan bahkan sempat berteriak hendak menyegel Kantor Bupati Mamuju.
Mereka juga mengaminkan ketika Ahyar menyebut kondisi Sekda yang tengah sakit.
“Aamiin... Aamiin,” sahut peserta aksi serempak.
Dalam orasinya, massa menuntut kejelasan status kerja setelah tak lagi diakomodir pemerintah daerah.
Mereka khawatir akan kehilangan pekerjaan jika tidak segera diangkat menjadi PPPK paruh waktu.
“Kami sudah bertahun-tahun mengabdi, ada yang 10 sampai 20 tahun, tapi justru tidak diusulkan. Kalau tidak diangkat PPPK, otomatis kami akan dirumahkan,” kata Ahyar.
Para honorer menilai alasan Pemkab Mamuju yang menyebut keterbatasan anggaran sebagai dalih tak mengusulkan mereka, tidak masuk akal.
Menurut mereka, nama-nama honorer sudah tercatat dalam basis data Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan bahkan telah mengikuti seleksi PPPK tahap sebelumnya.
“Kalau diberhentikan, kami mau makan apa? Anak-anak kami sekolah bagaimana? Kami hanya menuntut kepastian, bukan muluk-muluk,” teriak seorang peserta aksi.
Massa kemudian bergerak menuju Gedung DPRD Mamuju sekitar pukul 11.15 WITA untuk kembali menyuarakan aspirasi mereka.
Para honorer berharap pemerintah daerah segera membuka ruang dialog agar nasib mereka tidak digantung.
“Kalau alasannya anggaran, seharusnya ada solusi. Jangan sampai kami yang sudah lama mengabdi justru jadi korban kebijakan,” ucap Ahyar.
Massa aksi khawatir akan kehilangan pekerjaan jika pemerintah daerah tidak segera mengambil langkah.
“Kami sudah bertahun-tahun mengabdi, ada yang sampai 10 hingga 20 tahun, tapi justru tidak diusulkan. Kalau kami tidak diangkat PPPK paruh waktu, otomatis akan dirumahkan,” kata Koordinator Lapangan aksi, Ahyar, saat berorasi.
Para honorer menilai, alasan Pemkab Mamuju yang menyebut keterbatasan anggaran sebagai dasar tidak mengusulkan mereka, tidak masuk akal.
Pasalnya, mereka mengaku telah terdata dalam basis data Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan sudah mengikuti proses seleksi PPPK tahap satu dan dua.
“Kami bukan tenaga fiktif, nama kami ada di database BKN. Proses seleksi juga sudah kami ikuti, tapi kenapa sekarang kami tidak diakomodir dalam PPPK paruh waktu? Itu yang ingin kami tanyakan,” lanjut Ahyar. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.