Jalan yang Dilalui Hasto Kini Diminta Noel, Ironi Pemberantasan Korupsi

Editor: Abd Rahman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

INTELEKTRUAL MUDA NU - Intelektual muda NU Muhammad Aras Prabowo menilai kebijakan terbaru Bulog wajib membeli Gabah Kering Panen (GKP) petani dengan harga Rp6.500 per kilogram tanpa syarat kualitas adalah langkap positif. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani

TRIBUN-SULBAR.COM - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong kini menuai kritik keras dari publik. 

Tak hanya menuai polemik, keputusan itu dinilai membuka pintu baru bagi para koruptor untuk berlindung dari jeratan hukum melalui dalih pengampunan negara.

“Kenapa amnesti dan abolisi sangat tidak bagus untuk koruptor? Karena hal itu akan menjadi jalan baru bagi koruptor untuk mendapatkan pengampunan,” tegas Muhammad Aras Prabowo, Pengamat Ekonomi UNUSIA.

Baca juga: Demi Lihat Sandeq Silumba 2025, Warga Majene Rela Panjat Tebing di Tepi Pantai

Baca juga: Jelang Menikah, Duda Bunuh Janda, Jenazah Dicor dalam Sumur Sedalam 3 Meter

Menurut Aras, seluruh dunia sepakat bahwa korupsi adalah extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Karena sifatnya yang merusak sistem hukum, politik, dan ekonomi, maka memberikan pengampunan terhadap koruptor sama saja dengan melakukan penghianatan terhadap komitmen pemberantasan korupsi. 

“Belum pernah kita dengar di dunia ini seorang koruptor mendapatkan pengampunan, apalagi di Indonesia,” ungkapnya.

Namun, apa yang selama ini dikhawatirkan kini menjadi kenyataan. 

Tidak lama setelah Presiden Prabowo memberi amnesti dan abolisi kepada Hasto dan Tom Lembong, publik kembali digegerkan oleh Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan Imanuel Ebinezsr alias Noel.

 Ironisnya, Noel secara terang-terangan meminta amnesti meskipun proses hukumnya baru saja berjalan.

“Jelas ini dampak dan preseden buruk bagi pemberian amnesti dan abolisi sebelumnya. Noel langsung menjadikan hal itu sebagai pembenaran untuk dirinya,” jelas Aras.

Lebih lanjut, Aras menilai permintaan amnesti dari Noel justru menjadi bukti kuat bahwa ia telah melakukan tindak pidana korupsi. 

Pasalnya, syarat utama pengajuan amnesti adalah adanya pengakuan bahwa tindak pidana itu memang dilakukan. 

“Permintaan amnesti dari Noel adalah bukti kuat yang tak terbantahkan bahwa dia memang terlibat dalam tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Situasi ini, menurut Aras, menjadi peringatan keras bagi Presiden Prabowo untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. 

Jika permintaan amnesti Noel dikabulkan, maka komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi akan runtuh di mata publik dan dunia internasional.

 “Kita berharap Presiden Prabowo tidak mengambil kebijakan yang sama untuk kasus Noel. Sebab jika iya, runtuhlah komitmen beliau terkait pemberantasan korupsi dalam pemerintahannya,” tutup Muhammad Aras Prabowo, Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia.

Dengan perkembangan ini, publik kini menunggu sikap tegas pemerintah. 

Apakah korupsi akan benar-benar diperlakukan sebagai kejahatan luar biasa, atau justru diperlakukan dengan kelonggaran politik yang melemahkan hukum?