Opini

Belajar Tanpa Guru : Mungkinkah Generasi Kita Bertahan?

Editor: Nurhadi Hasbi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr. Elinda Rizkasari.,S.Pd.,M.Pd, Dosen prodi PGSD FKIP Unisri Surakarta

Lalu apa yang bisa dilakukan? Pertama, pemerintah perlu memperkuat literasi digital di sekolah, bukan hanya untuk siswa tetapi juga guru. Guru harus dibekali kemampuan memanfaatkan teknologi, bukan digantikan olehnya.

Kedua, kurikulum harus menekankan kolaborasi, empati, dan kreativitas hal - hal yang tidak bisa diajarkan oleh mesin.

Ketiga, orang tua perlu kembali menjadi mitra sejajar guru, membentuk lingkungan belajar yang sehat di rumah, agar anak tidak terjebak dalam layar tanpa bimbingan moral.

Sejarah mencatat, bangsa yang besar bukan hanya karena teknologi, tetapi karena karakter manusianya. Jepang pasca perang, Finlandia, hingga Korea Selatan membuktikan bahwa pendidikan yang menempatkan guru di posisi terhormat mampu melahirkan generasi tangguh. Indonesia pun tidak bisa berharap pada “guru virtual” semata.

Belajar tanpa guru mungkin membuat kita lebih cepat mendapat jawaban, tetapi tanpa guru, kita kehilangan arah.

Pendidikan sejati adalah pertemuan jiwa dengan jiwa, bukan sekadar interaksi layar dengan jari. Maka, pertanyaan “Mungkinkah generasi kita bertahan tanpa guru?” seharusnya dijawab dengan tegas: tidak.

Justru di era digital inilah, peran guru semakin vital, bukan untuk memberi semua jawaban, tetapi untuk mengajarkan cara bertanya dengan benar dan hidup dengan bermakna.(*)