Opini

Tidak Tabu Menghitung Upah Guru 

Editor: Ilham Mulyawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OPINI - Mukhlis Mustofa, Dosen PGSD FKIP Universitas Slamet Riyadi Surakartat

Bagaimanakah selayaknya memperhitungkan penghasilan bagi honorer  agar lebih berdaya merupakan pertanyaan utama dibalik keresahan mereka selama ini. 

Adakah wacana cerdas untuk standarisasi gaji guru honorer  agar pemberdayaan tercapai menjadi pertanyaan lain yang menarik untuk diikuti sekaligus sebagai pembuktian terbalik atas segala tuntutan perbaikan kesejahteraan guru honorer selama ini. 

Standarisasi gaji  

Permasalahan utama berkaitan penyikapan guru honorer  tidak lepas dari adanya perbedaan pendapatan antara guru ini dengan guru PNS.  

Pedoman baku penggajian honorer  saat ini belum diberlakukan dan dikembalikan pada mekanisme standar yakni disesuaikan dengan kondisi sekolah. 

Gaji Padahal Standarisasi gaji honorer  bukanlah menjadi permasalahan rumit manakala masing-masing pihak menyadari peran strategisnya. 

Jika kesulitan menetapkan indeks gaji minimum standarisasi gaji honorer  dapat mengacu dari  UMK berbasis KHL (Kebutuhan Hidup Layak ) setempat. 

Hal ini didasarkan pada kondisi lapangan dimana masih banyak ditemukan gaji  honorer  dibawah standar UMK setempat. 

Bahkan pada kondisi lebih ekstrim seringkali ditemui honorer  tidak dibayar dengan uang namun dibayar dengan impian segera diangkat menjadi PNS dengan mekanisme sudah termasuk dalam data base tenaga yang segera diangkat. 

Manajemen berbasis impian inilah yang menjadi titik tolak mengapa sering ditemukannya honorer  tidak mempermasalahkan pola penggajian selama ini, iming-iming segera diangkat menjadi guru ASN meminggirkan nalar profesionalisme. 

Posisi penggajian bagi  honorer  selama ini dirasa teramat aneh untuk dilihat dari akal sehat. 

Dengan nalar honor mengajar dihitung tiap jam mengajar selayaknya honor perbulan didasarkan jumlah jam mengajar selama satu bulan, namun kenyataannya honor honorer  diambil dari jumlah jam mengajar selama satu minggu.

Rumitnya permasalahan guru honorer  ini diperparah dengan minimnya keberpihakan pensejahteraan.

Menyibak realitas minimnya pensejahteraan guru akibat kebijakan serba diskriminatif ini tidak serta merta menumbuhkan keinginan untuk memformulasikan ulang bagaimanakah selayaknya mensejahterakan guru swasta. 

Bola pensejahteraan guru honorer sudah ditendang, selayaknya bola ini haruslah menumbuhkan optimisme guru honorer untuk meretas asa cerdas pendidikan. 

Halaman
1234