Gempa Sulbar

Gempa Sulbar Sepanjang 2023 Terjadi 266 Kejadian Terbanyak di Bulan Juli, Didominasi Gempa Dangkal

Editor: Ilham Mulyawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Data BMKG terkait titik kejadian gempa di Wilayah Sulawesi barat sepanjang 2023


TRIBUN-SULBAR.COM - Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis data peristiwa gempa yang terjadi di wilayah Sulawesi Barat sepanajng 2023.

Sulawesi Barat merupakan salah satu wilayah di Pulau Sulawesi yang memiliki tatanan tektonik yang unik, sebagai akibat dari pertemuan beberapa sesar.

Berdasarkan data Stasiun Geofisika Gowa, hasil pengamatan selama tahun 2023, tercatat telah terjadi sebanyak 266 kejadian gempabumi di Sulbar.

Prakirawan BMKG sedang memonitor pergerakan seismik

Gempabumi yang terjadi di wilayah Sulawesi Barat didominasi oleh gempabumi dangkal yang berkisar antara 1 hingga 30 kilometer.

Aktivitas gempabumi terbanyak terjadi pada bulan Juli tahun 2023.

Dari data pengamatan Stasiun Geofisika Gowa, magnitudo gempabumi di wilayah Sulawesi Barat didominasi oleh gempa dengan magnitudo kurang dari 3 dengan total 230 kejadian.

Sedangkan gempa dengan magnitudo 3-5 berjumlah 36 kejadian dan tidak tercatat ada gempa dengan magnitudo lebih dari 5.

Berdasarkan peta seismisitas yang dikeluarkan oleh Stasiun Geofisika Gowa, terlihat bahwa aktivitas terbanyak berada pada gempabumi dangkal dengan magnitudo kurang dari M 3.

Sehingga gempa-gempa lokal banyak terjadi di Sulawesi Barat. Selama tahun 2023 juga tercatat sebanyak 13 kejadian gempabumi yang dirasakan oleh masyarakat.

Wilayah Sulawesi Barat, berdasarkan susunan geologinya, didominasi oleh batuan gunung api dan batuan plutonik Miosen yang membentuk jalur gunungapi Tersier.

Sesar-sesar yang mempengaruhi aktivitas kegempaan wilayah Sulawesi Barat meliputi patahan naik pantai barat Sulawesi, sesar mendatar Mamasa, Patahan mendatar Adang, dan sesar naik Mamuju.

Berdasarkan peta seismisitas, terlihat bahwa aktivitas gempa jauh lebih banyak di sebelah barat dari wilayah Sulawesi Barat. Hal ini disebabkan karena sesar pantai barat jauh lebih aktif menekan ke kontinen benua sehingga akumulasi energi terkonsentrasi di sebelah barat.

Jika melihat peta aktivitas gempabumi selama tahun 2023, terlihat bahwa wilayah Pasangkayu mengalami peningkatan aktivitas gemabumi yang tercatat sebanyak 34 kali gempabumi selama tahun 2023.

Aktivitas seismic yang terjadi di wilayah Pasangkayu disebabkan oleh pergeseran dan pertemuan antara sesar Palu-Koro segmen barat dan patahan naik pantai barat Sulawesi.

Rangkaian aktivitas ini sebagai akibat dari peluruhan gempa utama (mainshock) M 4,2 pada tanggal 23 Oktober 2023. Setelah mainshock terjadi, biasanya akan diikuti oleh gempa susulan (aftershock) namun dengan magnitudo yang lebih kecil dari mainshock.

Hal ini yang terjadi pada aktivitas gempa yang berada di wilayah Pasangkayu.

Akumulasi energi yang terjadi di sebelah barat Pulau Sulawesi diakibatkan oleh pelepasan energi dari patahan naik Pantai Barat Sulawesi atau yang lebih sering dikenal sebagai Makassar-strait Fault.

Berbeda ceritanya pada wilayah Mamasa yang mengalami serangkaian gempabumi dangkal dengan intensitas kejadian yang sangat tinggi. Dari hasil pengamatan Stasiun Geofisika Gowa, tercatat telah terjadi 130 kejadian gempabumi selama tahun 2023 di wilayah Mamasa.

Hal ini masih ada kaitannya dengan kejadian gempabumi swarm pada tahun 2018 dan tahun 2021 di wilayah Mamasa. Pada umumnya, penyebab terjadinya gempa swarm berkaitan dengan transportasi fluida, intrusi magma, atau migrasi magma.

Pada kasus gempabumi Mamasa, sesar pembangkitnya merupakan sesar Saddang yang merupakan jenis sesar mendatar mengiri (sinistral strike-slip). Gerakan sesar mendatar ini dapat memicu aktivitas seismic jauh lebih sering dibandingkan dengan jenis sesar lainnya.

Selain itu, jika terdapat reservoir air, maka dapat memicu gempabumi swarm hingga berbulan-bulan. Karena gempa-gempa yang berada di wilayah Mamasa sangat dangkal, sehingga menyebabkan gempa dirasakan jauh lebih sering muncul di wilayah Mamasa-Majene.

Hal ini karena energi getaran yang disalurkan dari pusat gempabumi terlampau sangat dekat dengan permukaan.

Wilayah Sulawesi Barat dengan struktur dan tatanan tektonik yang kompleks membuat wilayah ini memiliki aktivitas seismisitas yang tinggi. Meskipun demikian, tidak semua gempabumi yang tercatat pada sensor dapat dirasakan oleh masyarakat di permukaan, sehingga perlu disikapi dengan bijak. (*)