TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat membeberkan potensi pengembalian uang negara kasus korupsi alat laboratorium Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar).
Potensi kembalinya uang aset negara bukan hanya dari kontraktor penyedia barang Viktoria Marinton dari perusahaan multi nasional PT Virtual Inter Komunika Jakarta.
Hal ini disampaikan oleh Kepala seksi (Kasi) Penyidikan Kejati Sukbar Abdul Hakim Hakim, dalam press rilis pengembalian uang negara di lantai satu aula vicon kantor Kejati Sulbar, Jl RE Martadinata, Mamuju, Selasa (19/9/2023).
"Mungkin sisanya ditambah lagi oleh tersangka untuk menutupi seluruh kerugian negara ini," ujarnya.
Abdul Halim menyebutkan, sejatinya proses pemeriksaan tim penyidik di kejaksaan terus bergulir.
Seiring dengan prosesnya, bakal sedianya digantikan oleh tiga tersangka lainnya.
"Dan tujuan utamanya memang adalah kerugian negara, dan kita pertimbangkan lagi pada proses selanjutnya," jelasnya.
Diketahui, tiga tersangka lain yang kini tersandung kasus korupsi alat lab itu, mantan rektor Unsulbar Akhsan Djalaluddin, Wakil Rektor II Anwar Sulili, dan Kabag kemahasiswaan dan akademik, Muslimin.
Ketiganya belum mengembalikan uang negara sepeser pun dari total Rp 6,1 miliar.
Angka fantastis ini berkurang, setelah dikembalikan oleh pihak rekanan penyedia barang Viktoria Marinton (VM) senilai Rp 2 miliar.
Abdul Hakim menegaskan, pengembalian uang hasil korupsi alat lab Unsulbar tak akan menghilangkan pidana para penerimanya, sebab fokus dari pidana tersebut adalah perbuatannya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pada konteks proses hukum, pengembalian hasil kejahatan hanya akan mempengaruhi pada besarnya tuntutan pidana atau keputusan hakim.
Itu pun, bergantung hak subyektif jaksa penuntut umum dan hakim yang mengadili.
"Jadi tersangka ini tetap punya pertanggungjawab pidana, dan ini akan tetap bergulir," singkatnya.
Sebelumnya, Kasi penerangan hukum Kejati Sulbar Asben menuturkan, para tersangka menilai tak ada kerugian negara.
Padahal kata Asben, hasil temuan Kejaksaan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan potensi kerugian negara mencapai Rp 8,1 miliar.
"Cara pandang mereka melihat bahwa tak ada kerugian dalam proses kasus ini," pungkasnya, kepada Tribun-Sulbar.com, di kantornya Jl RE Martadinata Mamuju, Kamis (31/8/2023).(*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com Adriansyah.