Jurnalis Tribun Sorong Safwan Ashari Raharudun Raih Udin Award 2025

Ketua Umum AJI, Nany Afrida, menyebut Safwan sebagai cerminan jurnalis yang bekerja dalam sunyi namun tak pernah gentar. 

Editor: Abd Rahman
Istimewa
KISAH INSPIRATIF - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menganugerahkan Udin Award 2025 kepada dua jurnalis yang menunjukkan ketangguhan dan keberanian luar biasa dalam menghadapi intimidasi saat menjalankan tugas jurnalistik. Mereka adalah Safwan Ashari Raharudun, wartawan Tribun Network di Sorong, Papua Barat Daya, dan Fransisca Christy Rosana, wartawan Majalah Tempo. 

Namun, di saat yang sama, penghargaan ini meneguhkan bahwa semangat Udin untuk memperjuangkan kebenaran tidak akan pernah padam dan akan terus diwariskan dari generasi ke generasi jurnalis berikutnya.

Sosok Safwan

Afwan Ashari tidak pernah bermimpi akan menjadi jurnalis.

Ia tidak menghabiskan masa mudanya di bangku kampus komunikasi atau magang di redaksi ternama.

Ia lahir dan besar di tanah Papua Barat, di lingkungan yang jauh dari gemerlap kota, di antara suara alam yang jujur dan deru perjuangan hidup masyarakat adat.

Di sanalah ia mendengar suara-suara sunyi yang kelak akan ia tuliskan: tentang ketimpangan, ketidakadilan, dan harapan yang terus dihidupi dalam diam.

Sejak 2018, Afwan memilih jalan hidup yang sunyi tapi bermakna: menjadi jurnalis akar rumput.

Bukan jurnalis yang disorot kamera atau tampil di layar kaca, tapi jurnalis yang berjalan kaki ke kampung-kampung terpencil, mencatat dari balik hutan, mendengar dari bibir orang-orang yang tidak pernah diwawancarai.

Ia belajar sendiri. Ia membaca, menulis, bertanya, dan bertumbuh dari lapangan.

Di Tribun Network, Safwan pertama kali menjadi wartawan di Sorong.

Safwan lalu bergabung dengan TribunPapuaBarat.com di Manokwari, Papua Barat.

Dan saat ini Safwan tergabung di TribunSorong.com di Sorong.

Bagi Afwan, jurnalisme bukan profesi, tapi panggilan hati. Ia tidak hanya menulis berita, tetapi menyampaikan suara.

Ia menulis karena percaya bahwa suara rakyat Papua—yang sering hanya dianggap angka statistik—harus didengar. 

Ia menyusuri konflik lahan, kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM, dan persoalan-persoalan kemanusiaan yang kerap dilupakan media besar.

Salah satu fokus perjuangannya adalah meliput ekspansi tambang di kawasan Raja Ampat, salah satu surga keanekaragaman hayati dunia. 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved