Ayah Hamili Anak
Pengakuan Korban hingga Bisa Dihamili Ayah Kandung di Majene : Ngaku Dibujuk Karena Kesepian
Dengan dalih kasih sayang itu, pria ini mendekati anaknya dan justru melakukan hubungan terlarang dengan anaknya sampai hamil
TRIBUN-SULBAR.COM, MAJENE - Polisi mengungkap fakta seorang pria inisial MA (43) di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), hamili anak kandungnya sendiri hingga melahirkan bayi laki-laki.
Ayah bejat ini melakukan aksi tak terpuji, dengan cara membujuk anaknya karena alasan kesepian.
MA mengaku ke anaknya itu, bahwa ia kurang mendapat perhatian dan kasih sayang hingga ia membujuk anaknya.
Dengan dalih kasih sayang itu, pria ini mendekati anaknya dan justru melakukan hubungan terlarang dengan anaknya sampai hamil.
Baca juga: Siap-Siap Terima SK September-Oktober 2025, Berikut Pengumuman Formasi PPPK Pemprov Sulbar 2024!
Baca juga: Karyawan Wisma Aneka Jaya Mamuju Dikeroyok, Polisi Akan Gelar Perkara untuk Penetapan Pelaku
Mirisnya, perbuatan pria bejat ini diduga dilakukan sejak korban masih berusia 15 tahun dengan modus iming-iming kasih sayang dan perhatian, hingga akhirnya korban yang kini berusia 17 tahun melahirkan seorang bayi laki-laki pada 23 Juni 2025 lalu.
“Pelaku diduga memanfaatkan kedekatan emosional sebagai ayah untuk mendapatkan kepercayaan korban. Dengan dalih merasa kesepian dan tidak diperhatikan, ia membujuk korban agar menuruti keinginannya,” ungkap Kasat Polres Majene AKP Laurensius M. Wayne kepada wartawan Jumat, (27/6/2025).
Berdasarkan keterangan korban, peristiwa bermula sejak tahun 2023.
Saat itu, pelaku kerap menyampaikan bahwa dirinya merasa kesepian karena telah lama tidak berhubungan dengan istrinya.
Ia mengatakan hanya korban yang mampu memahami dan mencintainya.
Ucapan-ucapan manipulatif tersebut berulang kali diucapkan untuk menanamkan rasa iba dan simpati dalam diri korban.
Tak hanya secara verbal, pelaku juga mengajak korban ke tempat wisata pemandian untuk menunjukkan kesan kedekatan emosional, sebelum akhirnya mengutarakan niatnya yang menyimpang.
Tak lama setelahnya, pelaku mulai masuk ke kamar korban pada malam hari dan membujuknya dengan rayuan-rayuan serupa.
Korban yang masih remaja dan bingung dengan situasi tersebut, akhirnya tidak mampu melawan.
“Pelaku secara perlahan menyamarkan hubungan ayah-anak menjadi seperti pasangan, dan terus melakukannya secara rutin,”lanjutnya.
Kejadian tersebut terus terjadi, bahkan disebut berlangsung satu hingga dua kali seminggu.
Hingga koban berhenti mengalami menstruasi sejak September 2024 dan baru mengungkapkannya kepada pelaku pada Februari 2025.
Pelaku kemudian membawa korban ke Puskesmas di Majene, dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa korban sedang hamil.
Namun, alih-alih melapor atau bertanggung jawab secara hukum, pelaku justru membawa korban keluar dari rumah neneknya dan tinggal di kamar kos di Kelurahan Pangali-ali, Kecamatan Banggae.
Puncaknya, korban melahirkan bayi laki-laki pada 23 Juni 2025 di Puskesmas Pamboang, dengan pelaku mendampingi proses persalinan.
Polres Majene telah menindaklanjuti laporan tersebut dan menjerat pelaku dengan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman Hukuman Pelaku
eorang pria berinisial M.A (43), asal Kabupaten Majene, terancam hukuman 15 tahun penjara atas dugaan persetubuhan terhadap anak kandungnya sendiri.
Korban, yang berinisial P.S (17), diketahui baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki pada Senin (23/6/2025) di salah satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Majene.
Kasat Reskrim Polres Majene, AKP Laurensius M. Wayne, menyatakan bahwa pelaku M.A akan dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Pasal ini mengatur tentang persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang memiliki hubungan darah langsung dengan pelaku.
"Pelaku terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar. Karena dilakukan oleh orang tua kandung, maka berlaku pemberatan hukuman sesuai pasal tersebut," jelas Kasat Reskrim kepada wartawan pada Jumat (25/6/2025).
Menurut AKP Laurensius, Undang-Undang Perlindungan Anak secara tegas menyatakan bahwa jika pelaku adalah orang tua, wali, pengasuh, atau orang yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan korban, maka sanksi hukum dapat diperberat.
Dalam kasus ini, M.A diduga melakukan tindak pidana keji tersebut terhadap anak kandungnya sendiri secara berulang selama lebih dari satu tahun.
"Perbuatan ini tidak hanya memenuhi unsur persetubuhan terhadap anak, tetapi juga mencerminkan bentuk pengkhianatan terhadap tanggung jawab sebagai orang tua yang seharusnya melindungi," lanjutnya.
Saat ini, penyidik tengah melengkapi berkas perkara.
Proses penyidikan meliputi pemeriksaan terhadap korban, pelapor, saksi-saksi, serta pendalaman bukti medis terkait kelahiran bayi dari korban.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.