Peksyar BI Sulbar

Meski Inflasi Menghantui Sulawesi Barat, BI Sulbar Sebut Potensi Kopi Mamasa Bisa Dorong Ekonomi

Angka NPL yang cukup tinggi, khususnya pada segmen UMKM, menjadi perhatian serius bagi perbankan untuk terus menjaga kualitas kredit

Penulis: Andika Firdaus | Editor: Ilham Mulyawan
Andika
BI Sulbar bincang bareng media - Kepala Perwakilan BI Sulbar, Eka Putra Budi Nugroho, bersama Deputi Kepala Perwakilan BI Sulbar, Erdi Fiat Gumilang, memaparkan tingkat inflasi tahunan (yoy) Sulawesi Barat pada Mei 2025 tercatat sebesar 3,21 persen. 

 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU- Bank Indonesia (BI) menggelar Karya Kreatif Ekonomi (KKe) dan Pekan Ekonomi Syariah Sulawesi Barat di Maleo Town Square, Mamuju Jl Yos Soedarso, Kelurahan Binanga, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis (19/6/2025) siang.

Kegiatan ini dirangkaikan dengan Obrolan Bincang Santai Bareng Media (OSBIM), menjadi wadah bagi BI untuk berinteraksi langsung dengan awak media, mahasiswa dan masyarakat.

Acara ini menjadi forum penting bagi BI untuk berinteraksi langsung dengan media, mahasiswa, dan masyarakat, sekaligus membahas kondisi terkini ekonomi Sulawesi Barat, termasuk angka inflasi yang masih di atas rata-rata nasional.

Baca juga: KRONOLOGI Penangkapan Pencuri Uang Bengkel Rp 4,5 Juta, Polresta Mamuju Amankan Saat Jalan Kaki

Baca juga: Mengoptimalkan Potensi Sulawesi Barat: Strategi dan Tantangan Menarik Investasi Daerah

Kepala Perwakilan BI Sulbar, Eka Putra Budi Nugroho, bersama Deputi Kepala Perwakilan BI Sulbar, Erdi Fiat Gumilang, memaparkan tingkat inflasi tahunan (yoy) Sulawesi Barat pada Mei 2025 tercatat sebesar 3,21 persen. 

Angka ini jauh lebih tinggi dari tingkat inflasi nasional yang berada di angka 1,60 persen (yoy). 

Meskipun secara bulanan (mtm) Sulbar mengalami deflasi sebesar -0,22 persen, kondisi inflasi tahunan ini menempatkan Sulawesi Barat di peringkat kedua tertinggi tingkat inflasi tahunan di wilayah Sulampua.

"Kondisi inflasi tahunan ini menempatkan Sulawesi Barat di peringkat kedua tertinggi tingkat inflasi tahunan di wilayah Sulampua," ujar Eka Putra Budi Nugroho.

Penyebab sebagian besar berasal dari terjaganya pasokan komoditas penting seperti tomat (dari Enrekang), aneka ikan laut (tuna dan kembung), serta cabai rawit dan bawang merah (dari Mamuju dan Majene), diiringi normalisasi konsumsi pasca Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). 

Di sisi lain, komoditas penyumbang inflasi meliputi beras, cabai merah, tarif angkutan udara, tarif pulsa ponsel, dan nasi dengan lauk.

Dalam konteks Sulampua, tiga provinsi dengan inflasi tahunan tertinggi per Mei 2025 adalah Papua Pegunungan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. 

Sementara itu, inflasi terendah tercatat di Papua Barat, Gorontalo, dan Papua.

Dalam sesi Obrolan Bincang Santai Bareng Media (OSBIM), BI juga memaparkan perkembangan sistem keuangan Sulawesi Barat

Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan di Sulbar pada Mei 2025 mencapai Rp6,44 triliun, tumbuh 8,69 persen (yoy). 

Namun, angka ini belum cukup untuk memenuhi permintaan kredit atau pembiayaan masyarakat Sulbar.

Di sisi lain, realisasi penyaluran kredit perbankan di Sulbar mencapai Rp13,03 triliun, tumbuh 2,69 persen (yoy). Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara DPK dan kebutuhan kredit di provinsi tersebut.

Perhatian khusus diberikan pada perkembangan kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Total kredit UMKM perbankan di Sulbar per Mei 2025 adalah Rp5,87 triliun, namun angka ini menurun -3,15 persen (yoy). 

Meskipun demikian, Kredit Usaha Rakyat (KUR) perbankan di Sulbar menunjukkan pertumbuhan positif, mencapai Rp2,87 triliun atau tumbuh 3,75 persen. 

Sama seperti kredit UMKM secara keseluruhan, KUR juga didominasi oleh sektor perdagangan.

Lebih lanjut, Bank Indonesia menyoroti rasio Kredit Bermasalah (NPL). NPL secara umum di Sulbar tercatat 2,69 persen, sementara NPL kredit UMKM Sulbar berada di angka 4,71 persen. 

Angka NPL yang cukup tinggi, khususnya pada segmen UMKM, menjadi perhatian serius bagi perbankan untuk terus menjaga kualitas kredit di Sulawesi Barat.

Meskipun dihadapkan pada tantangan tersebut, Kepala Perwakilan BI Sulbar, Eka Putra Budi Nugroho, optimis melihat potensi daerah. 

"Ini bukan permasalahan, kalau berbicara tantangan potensi Sulbar sangat tinggi," ujarnya kepada wartawan di Maleo Town Square.

Eka menjelaskan, sumber daya alam, sektor pertanian, dan perkebunan menjadi kekuatan utama Sulbar. Oleh karena itu, aspek hilirisasi menjadi salah satu poin utama yang perlu didorong. 

"Kalau berbicara hilirisasi maka investasi juga terkorelasi, sehingga tantangan untuk mendorong peningkatan investasi di Sulbar menjadi critical point yang menjadi PR bersama seluruh mitra baik BI dan pemerintah daerah (Pemda),"ujarnnya.

Eka menyebutkan bahwa kopi adalah salah satu produk utama selain kakao yang menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi Sulbar. 

"Memang kopi kita itu bisa dibilang memiliki daya saing yang tinggi baik nasional maupun global," terangnya. 

Ia menambahkan, kopi Sulbar masuk dalam lima besar kopi berkualitas tinggi secara nasional, dengan permintaan yang cukup tinggi dalam ekspo kopi.

"Contoh tadi yang saya katakan seperti kopi binaan BI mencapai 20 miliar rupiah dalam satu trek ekspo saja dengan pasaran sampai Malaysia, Filipina, dan Dubai, sehingga ini menjadi potensi besar apabila kita serius meningkatkan komoditas kopi ini," ungkap Eka. (*) 

Laporan Wartawan Tribun Sulbar Andika

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved