Sengketa Agraria

Yani Ungkap Segudang Masalah Agraria Perusahaan Sawit di Pasangkayu, Overlap Hingga Izin HGU Sulteng

Yani menuturkan, hampir semua perusahaan sawit yang beroperasi di Kabupaten Pasangkayu, merambah keluar dari izin Hak Guna Usaha (HGU)

Penulis: Taufan | Editor: Ilham Mulyawan
Taufan Tribun Sulbar
TUNGGU WAGUb - Tokoh masyarakat Tikke Pasanmgkayu, Yani Pepy Adriani bersama sejumlah tokoh masyarakat, kade Jengen Raya dan warga menunggu kedatangan Wakil Gubernur Salim S Mengga yang akan meninjau lahan bersengketa di Dusun Lembah Harapan, Desa Jengeng Raya, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat pada Selasa (13/5/2025) hari ini 

TRIBUN-SULBAR.COM, PASANGKAYU - Tokoh masyarakat Tikke Pasangkayu, Yani Pepi Adriani mengapresiasi kedatangan Wakil Gubernur Sulawesi Barat, Salim S Mengga ke Dusun Lembah Harapan, Desa Jengeng Raya, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat pada Selasa (13/5/2025) hari ini, untuk meninjau lahan yang menjadi sengketa agraria antara warga setempat dengan pihak perusahaan sawit.
 
Yani mengungkapkan gambaran singkat terkait permasalahan agraria yang terjadi.

Dia menuturkan, hampir semua perusahaan sawit yang beroperasi di Kabupaten Pasangkayu, merambah keluar dari izin Hak Guna Usaha (HGU).

Kemudian terjadi tumpang tindih sertipikat hak milk dan HGU, sebanyak 1.372 bidang sertipikat yang tersebar di wilayah Pasangkayu. 

Baca juga: Polda Sulbar Tangkap Pengedar Sabu di Depan Yasdi Motor, Pelaku Sembunyikan dalam Saset Rexona

Baca juga: Video Viral,Kesetiaan Induk Gajah pada Anaknya yang Tewas Tertabrak Truk,Warganet Ikut Sedih

"Lebih mengherankan lagi, karena pemerintah Sulawesi Tengah dalam hal ini pertanahan Sulteng malah menerbitkan HGU sementara objek tanahnya di wilayah Pasangkayu Sulawesi Barat," ujar Yani, Selasa (13/5/2025).

Dia juga mengungkapkan banyak aset pemerintah tumpang tindih dengan HGU perusahaan, salah satunya Polsek Jengeng Raya, Jl trans Sulawesi, sekolah, fasilitas kesehatan bahkan kata Yani, ada 90 persen desa yaitu Desa Pakawa justru masuk HGU PT Pasangkayu.

"Belum lagi HGU tumpang tindih dengan Kawasan hutan lindung PT Pasangkayu dan PT Letawa," ungkapnya.

Dia juga mengungkapkan Dusun Kalindu, Desa Lariang masuk Kawasan hutan lindung.

PELANGGARAN UU - Yani Pepi saat diwawancarai di Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis (8/5/2025). Tiga orang warga Kabupaten Pasangkayu hari ini mendatangi Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Barat (Sulbar) untuk memberikan keterangan terkait dugaan tindak pidana atau pelanggaran Undang-Undang Perkebunan yang dilakukan oleh PT Letawa.
PELANGGARAN UU - Yani Pepi saat diwawancarai di Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Barat (Sulbar), Kamis (8/5/2025). Tiga orang warga Kabupaten Pasangkayu hari ini mendatangi Subdirektorat IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Barat (Sulbar) untuk memberikan keterangan terkait dugaan tindak pidana atau pelanggaran Undang-Undang Perkebunan yang dilakukan oleh PT Letawa. (Andika Firdaus/Tribun-Sulbar.com)

"Saya bisa pastikan bahwa kampung itu lebih dulu ada ketimbang undang-undang kehutanan. Saya bisa buktikan keberadaan dokumen almarhum orangtua saya Pepi Adriani menjadi dasar bahwa keberadaan kampung itu lebih dulu ada," terangnya lagi.

Terkait kasus dugaan perambahan atau tanaman melewati izin HGU jelas Yani, berawal pihak perusahaan diduga melanggar dengan membuka lahan seluas-luasnya untuk ditanami dan dijadikan kebun, tanpa memiliki dasar izin di awal.

"Jadi dibuka dulu seluas-luasnya untuk dijadikan modal usaha. Sementara regulasi tidak demikian, harus izin dulu diterbitkan setelahnya perusahaan bisa beraktivitas dan membuka lahan.

"Pada akhirnya, setelah mereka mendapat izin dari pemerintah, ternyata lebih kecil dari luasan yang telah dibuka dan ditanami," jelas Yani yang mantan anggota DPRD Pasangkayu itu.

Penyebab hutan lindung over lap atau tumpang tindih dengan HGU, karena setelah dibuka lahan seluas-luasnya, pihak perusahaan sebut Yani, diduga menurunkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengukur tanpa melalui proses pelepasan Kawasan hutan.

Sehingga, gambar ukur BPN lebih dahulu terbit 2 tahun dari pelepasan kawasan hutannya.

"Gambar ukur ahun 1994, sedangkan elepasannya 1996. Terdapat prosedur salah dalam penerbitan HGU, yang mana seharusnya pelepasan Kawasan hutan dulu baru BPN turun mengukur," kata dia.

Soal sengketa agraria tumpang tindih masyarakat dengan HGU, disebabkan perusahaan tidak tahu mana HGU miliknya, sebab masyarakat kemudian masuk karena melihat lokasi kosong, dan menguasai lalu tanpa adanya keberatan pihsak perusahaan.

"Kesimpulan saya, perusahaan menelantarkan lahan yang diberikan untuk berusaha. Bukti penelantarannya keberadaan masyarakat,bangunan pemerintah dan sertipikat masyarakat di atas HGU," kata Yani.

Dia menduga masalah ini pemicunya berawal kemunculan peta digitalisasi tahun 2017. Saat itu terjadi peralihan peta manual ke peta digital. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved