Pencabulan Anak

Cegah Kasus Asusila Diselesaikan Secara Adat, Perlindungan Anak Polman Akan Bentuk Ini

Tujuannya untuk pendataan dan pendampingan kasus kekerasan seksual agar tak lagi diselesaikan secara adat.

Penulis: Fahrun Ramli | Editor: Munawwarah Ahmad
Tribun Sulbar / Fahrun Ramli
KEKERASAN SEKSUAL - Kepala DP2KBP3A Polman drg Sri Harni Patandiana di Gedung Gabungan Dinas (Gadis), Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Polewali, Polman, Rabu (7/5/2025). berencana membentuk Satgas khusus pada setiap kecamatan, untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

TRIBUN-SULBAR.COM, POLMAN - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) di Kabupaten Polewali Mandar (Polman), berencana membentuk Satuan Tugas (Satgas) khusus pada setiap kecamatan. 

Tujuannya untuk pendataan dan pendampingan kasus kekerasan seksual agar tak lagi diselesaikan secara adat.

Baca juga: Misteri Pengrusakan Perahu Nelayan di Kalukku Barat, Polisi Buru Pelaku, Kerugian Jutaan Rupiah

Baca juga: 44 PPPK Pemprov Sulbar Bakal Terima SK Awal Oktober, CPNS Juni 2025

Rencana itu diungkap Kepala DP2KBP3A Polman drg Sri Harni Patandiana di Gedung Gabungan Dinas (Gadis), Kelurahan Pekkabata, Kecamatan Polewali.

"Kami lagi menggodok membuat satgas di setiap kecamatan, kami sudah rencanakan," kata Sri Harni kepada wartawan, Rabu (7/5/2025).

Sri Harni mengaku prihatin dengan maraknya kasus asusila di daerah ini, apalagi beberapa kasus diselesaikan secara adat.

Menurutnya penyelesaian secara adat tidak membuat para pelaku jerah, potensi kejadian serupa terulang kembali.

"Bisa juga menjadi tempat untuk melapor yang nantinya akan kita tindak lanjuti ke pihak terkait,"ungkapnya.

Dia juga menyayangkan lantaran masih saja ada kasus kekerasan seksual justru diselesaikan secara adat. 

Minimnya sosialisasi terkait Undang-Undang Perlindungan Anak diakui menjadi salah satu penyebabnya.

“Kita tidak membenarkan sanksi adat kasus asusila karena kita sudah ada Perda, ada undang-undang perlindungan anak dan perempuan,” jelas Sri Harni.

Dia menegaskan jika kasus kekerasan seksual diselesaikan secara adat sangat merugikan korban dan bisa menimbulkan trauma berkepanjangan.

Meski begitu, Sri Harni mengaku sulit melakukan pendampingan untuk proses lebih lanjut karena tidak menerima laporan.

Sejumlah korban diakui enggan melapor atau membuka diri karena di bawah tekanan.

"Bisa jadi karena dia korban diintimidasi, ada ancaman verbal keluarganya. Itu yang terjadi," pungkasnya.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Fahrun Ramli 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved