Pisang Cavendish
Janji Manis Cavendish Berujung Pahit: Petani Bonehau Mamuju Merugi Akibat Program Bahtiar Baharuddin
Melalui sosial media Facebook, seorang petani Hesty Sidaya, sampaikan kekecewan mendalam.
TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Program pisang Cavendish, yang digagas Bahtiar Baharuddin saat menjadi Pj Gubernur Sulbar pada awal 2024 lalu, kini menuai keluhan dan kekecewaan dari para petani.
Bagaimana tidak, buah pisang cavendish kini sia-sia, menjadi program gagal.
Hasil panen petani pasarnya tidak jelas.
Melalui sosial media Facebook, seorang petani Hesty Sidaya, sampaikan kekecewan mendalam.
Baca juga: Minta Anak Muda Sulbar Tanam Pisang Cavendish, Pj Bahtiar: Tak Perlu ke Kota Cari Pekerjaan
Dengan nada kecewa, ia mengungkapkan kerugian besar yang dideritanya.
Lokasinya di Dusun Tambalino, Desa Hinua, Kecamatan Bonehau, Kabupaten Mamuju, Sulbar.
Modal awal yang dikeluarkan tidak sedikit.
Mulai dari biaya sewa lahan sebesar Rp15.000.000 hingga pembelian bibit pisang Cavendish yang mencapai Rp15.000 per pohon.
Belum lagi biaya pengolahan lahan dan operasional lainnya yang turut menguras biaya.
"Setelah ditanam tahun lalu dan kini sudah berbuah, sayang kenyataannya buah pisang Cavendish ini hanya berserakan di tanah tanpa ada pembeli, buah jatuh-jatuh lepas sendiri dari tandangnya," kata Hesty di beranda akun Facebooknya, Kamis (1/5/2025).
Dia mengaku sangat sedih melihat ratusan pohon pisang cevendish sudah berbuah, namun hanya terbengkelai karena tidak ada pembeli.
"Harusnya punya daya jual, tapi sayang hanya terbengkalai," ucapnya.
Program penanaman pisang Cavendish di Sulawesi Barat memang mulai gencar dipromosikan dan ditanam sejak tahun 2024.
Kala itu, Pj Gubernur Sulbar, Bahtiar Baharuddin, bahkan menjalin kerjasama dengan pihak perusahaan tertentu untuk pengembangan komoditas ini.
Harapannya, pisang Cavendish dapat menjadi produk unggulan daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Namun, kenyataan pahit kini dialami para petani yang telah antusias mengikuti program ini.
Kendala pemasaran menjadi batu sandungan utama.
Tidak ada kejelasan mengenai pihak yang akan menampung hasil panen mereka.
Akibatnya, buah pisang yang seharusnya menjadi sumber pendapatan, kini hanya menjadi tumpukan kerugian di lahan pertanian.
"Tidak ada pihak yang bertanggung jawab atas program ini. Kami merasa sangat dirugikan," keluh petani tersebut.
Ia mempertanyakan tindak lanjut dari kerjasama yang pernah digaungkan, mengingat investasi yang telah dikeluarkan tidak sedikit.
Kondisi ini tentu menjadi ironi dan menimbulkan pertanyaan besar terkait perencanaan serta implementasi program pengembangan komoditas di Sulawesi Barat.
Janji manis kerjasama dan potensi keuntungan nyatanya berujung pada kerugian dan kekecewaan para petani yang kini harus menanggung akibatnya seorang diri.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.