Jumat Agung

500 Umat Katolik di Mamuju Kenang Sengsara Kristus dalam Ibadah Jumat Agung

Jumat Agung merupakan bagian penting dari Pekan Suci yang dilaksanakan seminggu sebelum Paskah.

Penulis: Suandi | Editor: Nurhadi Hasbi
Suandi/Tribun-Sulbar.com
JUMAT AGUNG - Sebanyak 500 jemaat Gereja Katolik Paroki Santa Maria Ratu Rosari Mamuju mengikuti rangkaian ibadah Jumat Agung pada Jumat pagi (18/4/2025). Jumat Agung merupakan bagian penting dari Pekan Suci yang dilaksanakan seminggu sebelum Paskah. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Sebanyak 500 jemaat Gereja Katolik Paroki Santa Maria Ratu Rosari Mamuju mengikuti rangkaian ibadah Jumat Agung pada Jumat pagi (18/4/2025). 

Jumat Agung merupakan bagian penting dari Pekan Suci yang dilaksanakan seminggu sebelum Paskah.

Jumat Agung atau Good Friday diperingati umat Kristiani sebagai momen untuk mengenang sengsara dan wafatnya Yesus Kristus di kayu salib. 

Baca juga: Peringati Jumat Agung, Ratusan Jemaat Bukit Zaitun Benteng Antusias Ikut Ibadah

Baca juga: SEJARAH Jumat Agung, Peringatan Hari Wafatnya Tuhan Ummat Kristen, Ada Rangkaian Ibadah Puasa

Dalam tradisi Gereja Katolik, ibadah Jumat Agung diisi dengan Liturgi Sabda, Penghormatan Salib, dan Komuni Kudus. 

Umat juga diajak untuk berpuasa dan berpantang sebagai wujud solidaritas terhadap penderitaan Yesus. 

Salah satu tradisi yang dijalankan adalah Jalan Salib, yakni perenungan atas 14 peristiwa penting yang dialami Yesus dalam perjalanan menuju penyaliban. 

Melalui tradisi ini, umat diajak untuk mendalami makna pengorbanan dan kasih Kristus.

Pastor Paroki Santa Maria Ratu Rosari Mamuju, Wilhelmus Tulak, menyampaikan bahwa rangkaian ibadah ini merupakan bagian dari satu kesatuan perayaan besar yang dimulai sejak Kamis Putih dan akan berpuncak pada perayaan Paskah hari Minggu, 20 April 2025.

"Jadi ada dua peristiwa yang dikenangkan, yaitu penderitaan, kematian, dan kebangkitan Yesus," ujarnya.

Menurut Pastor Wilhelmus, peristiwa Jumat Agung memiliki makna kemanusiaan yang dalam karena berkaitan langsung dengan penderitaan dan penyaliban Yesus.

“Segala yang dilakukan umat Katolik hari ini adalah bentuk perenungan atas pilihan hidup Yesus, yang berpihak pada kaum lemah. Karena sikap itulah, Ia harus berhadapan dengan kekuasaan dan menjadi korban kekuatan politik,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa peristiwa yang terjadi dua ribu tahun lalu masih relevan hingga kini. 

“Setiap kali kita mengambil sikap untuk membela kebenaran dan keadilan, pasti ada konsekuensinya. Maka dari itu, peringatan ini menjadi ajakan bagi kita semua untuk berani bersikap di jalan yang benar, walau harus menanggung risiko,” pungkasnya.(*)

Laporan Reporter Tribun Sulbar Suandi 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved