Berita Majene

Curhat IRT di Majene, Kecewa Tak Lagi Terima Bantuan PKH, Data Kependudukannya Tiba-tiba Jadi ASN

Nurul mengaku telah berusaha mencari kejelasan ke kantor BPJS dan Dinas Sosial.

Penulis: Anwar Wahab | Editor: Nurhadi Hasbi
Nurul
Nurul (kanan) ibu rumah tangga (IRT) di Desa Bonde Utara, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, Sulbar, saat berkumpul di rumah, Sabtu (8/3/2025). Nurul kaget sudah tidak bisa menerima manfaat PKH karena datanya berubah jadi ASN hingga akhirnya meminta pertanggungjawaban pihak aparat desa. 

TRIBUN-SULBAR.COM MAJENE – Seorang ibu rumah tangga (IRT) Nurul di Desa Bonde Utara, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene, curhat tak lagi jadi penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).

Nurul mengaku kecewa dengan kejadian tersebut, padahal dia adalah warga kurang mampu tapi data kependudukan tiba-tiba berubah jadi ASN Puskesmas.

Padahal dia hanya sekolah sampai tingkat sekolah dasar atau SD.

Kini namanya tak ada lagi dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Baca juga: 12 KPM PKH di Wonomulyo Polman Dinyatakan Graduasi Mandiri, Tidak Lagi Layak Terima Bansos

"Saya kaget saat mendapati data saya berubah jadi ASN. Padahal saya hanya lulusan SD, bagaimana bisa tiba-tiba terdaftar sebagai ASN? Akibatnya, saya tidak lagi menerima bantuan PKH," ujar Nurul saat dikonfirmasi Tribun Sulbar. Com via telepon, Senin (10/3/2025).

Tak hanya itu, ia juga menemukan kejanggalan lain saat mengecek status kependudukannya di kantor desa. Dirinya justru tercatat sebagai warga yang mampu, bukan ASN seperti yang tertera di Puskesmas.

"Jadi ada dua perubahan. Di data Puskesmas saya ASN, sementara data di desa saya masuk kategori warga mampu. Saya bingung, bagaimana bisa berubah tanpa saya ketahui," lanjutnya.

Nurul mengaku telah berusaha mencari kejelasan ke kantor BPJS dan Dinas Sosial.

Dari sana, ia mendapat informasi bahwa perubahan status dirinya dilakukan oleh pihak desa pada 28 Februari 2025.

Ia pun disarankan untuk kembali mengurusnya ke kantor desa. 

Setelah dikonfirmasi ke BPJS dan Dinsos, kedua instansi ini menyebutkan terkait perubahan data ada sepenuhnya di desa. 

Meski demikian, Nurul berharap pihak terkait segera memberikan solusi atas masalah yang ia hadapi.

Baginya, perubahan data yang terjadi tanpa persetujuan adalah hal serius yang bisa berdampak besar pada kesejahteraan keluarganya.

Niatnya untuk melaporkan ke polisi pun diundur, lantaran saat ini ia masih dalam tahap perbaikan berkas. 

"Untuk saat ini saya tidak lapor ke polisi pak semoga bisa secepatnya membaik," tutur.

Menurut pihak desa perubahan ini tidak hanya terjadi oleh satu orang tapi ada beberapa, untuk jumlahnya tidak diketahui pasti.

Sementara itu, Penjabat (Pj) Kepala Desa Bonde Utara, Bakriadi Wahid, membantah tuduhan adanya masyarakat yang dizolimi akibat hilangnya nama dari daftar penerima PKH. 

Ia menegaskan bahwa keputusan kepesertaan PKH tidak hanya ditentukan oleh pemerintah desa, melainkan berdasarkan regulasi berlaku, termasuk evaluasi oleh tim pendamping PKH yang ada di desa. 

"Saya tidak pernah mengusulkan pengurangan jumlah atau pergantian penerima PKH. Saya hanya mengusulkan penambahan peserta. Jika ada warga yang dikeluarkan, kemungkinan besar mereka dianggap sudah tidak layak menerima bantuan," tegas Bakriadi kepada wartawan. (*)

Laporan wartawan Tribun Sulbar.com Anwar Wahab

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved