Berita Polman

Orangtua di Polman Rela Jual Rumah Demi Pengobatan 2 Anaknya Derita Tulang Rapuh, Butuh Bantuan

Satu keluarga ini bertahan hidup dalam gubuk ukuran 3x3 meter karena rumah yang pernah dimiliki telah dijual untuk biaya pengobatan.

Editor: Munawwarah Ahmad
Tribun Sulbar / Fahrun Ramli
Dua bocah bernama Nur Azizah dan Sri Wulandari saat dipangku ibu dan ayahnya di Desa Banato Rejo, Kecamatan Tapango, Polman, Jumat (5/7/2024). 

TRIBUN-SULBAR.COM, POLMAN - Orangtua kakak adik derita tulang rapuh di Polman butuh bantuan. 

Adik kakak Nur Azizah (12) dan Sri Wulandari (4) adalah warga Desa Banato Rejo, Kecamatan Tapango, Kabupaten Polewali Mandar (Polman) butuh pertolongan, Jumat (5/7/2024).

Orangtuanya bahkan rela menjual harta bendanya demi pengobatan sang anak yang keduanya kini lumpuh karena tulang rapuh. 

Baca juga: Dugaan Korupsi Pemotongan Dana BOS di Disdikpora Majene Naik Tahap Sidik, Berapa Kerugian Negara?

Baca juga: Rumah Warga Salubalo Terbakar, Perabot dan Uang Tunai Rp 4 Juta Korban Ludes

Satu keluarga ini bertahan hidup dalam gubuk ukuran 3x3 meter karena rumah yang pernah dimiliki telah dijual untuk biaya pengobatan.

Administrasi kependudukan keluarga kurang mampu ini tercatat sebagai warga Desa Kuajang, Kecamatan Binuang.

Namun sejak dua tahun terakhir mereka tinggal di Desa Banato Rejo, Kecamatan Tapango.

"Dokter bilang kedua anak saya ini menderita tulang rapuh," terang Lilis kepada wartawan.

Lilis mengatakan Nur Azizah anak pertamanya lumpuh sejak dia mulai belajar berjalan.

Sementara anak ketiganya Wulandari lumpuh sejak lahir, hanya bisa terbaring lemah.

Keduanya telah pernah diperiksa ke dokter, juga pengobatan alternatif pernah dicoba namun belum sembuh.

"Sudah pernah ke dokter, bahkan sampai ke Makassar kita berobat, obat alternatif juga pernah, tapi kondisinya masih seperti sekarang," lanjutnya.

Disebutkan kondisi kedua buah hatinya itu sangat memprihatinkan, bahkan kerap terdengar suara retakan pada tulang ketika akan digendong.

Akibat penyakit yang diderita, membuat Nur Azizah dan Sri Wulandari hanya dapat terbaring. 

Tidak dapat beraktifitas tanpa bantuan, pergelangan tangan dan kaki mereka mengecil, alami pembengkokan.

"Langsung menghitam kaki, bengkak, selalu nangis-nangis, kalau digendong ada suara retak pada tulang," ungkapnya.

Sementara ayah kedua anak ini, Munir mengaku tidak dapat berbuat banyak untuk biaya pengobatan.

Upah diperoleh sebagai buruh pembuat batu merah terkadang tidak cukup untuk biaya hidup sehari-hari.

Bahkan rumah layak sebelumnya ia tempati telah dijual untuk membiayai pengobatan kedua anaknya ini.

"Kami sudah tidak punya biaya, saya hanya bekerja sebagai pembuat bata merah dengan upah pas-pasan," ucap Munir.

Disebutkan uang hasil jual rumah juga sudah habis untuk biaya pengobatan, sebagian disisihkan membeli sepetak lahan dan belum lunas sampai saat ini.
 
Munir lalu membangun gubuk tempat tinggalnya, didirikan di atas lahan milik warga.

Gubuknya hanya beratapkan rumbia,  terpal sebagai dinding, lantainya terdiri dari batu merah, disusun kemudian diberi pengalas.

Tidak ada barang berharga dalam gubuk keluarga kurang mampu ini, sekedar untuk alas tidur mereka hanya menggunakan karpet usang.  

Munir mengaku memilih bertahan di gubuk tersebut karena sudah tidak memiliki rumah.

Lokasi gubuk yang menjadi tempat tinggalnya berdekatan dengan tempatnya bekerja saat ini.
 
"Sekarang sudah tidak punya rumah jadi tinggal di sini, biar lebih dekat juga dengan tempat bekerja," ucapannya.
 
Dia mengaku sengaja belum memindahkan status kependudukannya dari Desa Kuajang ke Desa Banato Rejo, karena khawatir kehilangan bantuan sosial jika status kependudukannya dipindahkan.

Keluarga ini sangat mengharapkan bantuan agar penyakit yang diderita kedua buah hatinya itu bisa sembuh.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Fahrun Ramli 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved