OPINI
Zimem Defteri, THR Masyarakat Miskin?
Sungguh jauh berbeda dengan Tunjangan Hari Raya (THR) saat ini yang hanya menyasar golongan tertentu saja.
Oleh: drg. Rubiah Lenrang (Praktisi Kesehatan)
TRIBUN-SULBAR.COM - Zimem defteri adalah suatu tradisi yang berkembang pada masa Daulah Utsmaniyah (Ottoman Empire). Zimem defteri merupakan buku catatan daftar hutang piutang yang dimiliki oleh pemilik toko. Buku ini mencatat semua hutang pelanggan toko tersebut, mengingat dalam Islam diwajibkan mencatat transaksi jual beli yang bukan tunai.
Jika pelanggan membeli suatu barang namun belum memiliki uang untuk membayarnya, maka pemilik toko akan mencatat harga barang sebagai hutang pada buku Zimem defteri. Suatu saat jika pelanggan telah memiliki cukup uang maka ia akan melunasi hutangnya.
Pada bulan suci Ramadan nan mulia, orang-orang kaya di masa kekhilafahan Utsmaniyah yang dermawan mengunjungi toko-toko kelontong, sayuran, daging, roti dan sejenisnya.
Mereka akan meminta pemilik toko memperlihatkan buku Zimem Defteri lalu membayar hutang para pelanggan toko yang belum mampu melunasi hutangnya. Sungguh akhlak yang luar biasa terpancar dari sikap mereka yang meminta kepada pemilik toko agar merahasiakan dirinya dari warga miskin yang dibayarkan hutangnya. Sehingga perasaan pelanggan yang berhutang tetap terjaga dan terhindar dari rasa malu. Masya Allah.
Demikianlah salah satu tradisi di bulan Ramadan yang diamalkan pada masa kekhilafahan Utsmaniyah. Sungguh jauh berbeda dengan Tunjangan Hari Raya (THR) saat ini yang hanya menyasar golongan tertentu saja.
THR hanya untuk ASN, sementara para honorer, petani, pedagang dan lain sebagainya tidak mendapatkan THR. Padahal mereka juga adalah abdi negara. Apalagi sumber dana THR dari APBN. Maka sudah seharusnya semua yang mengabdi kepada negara mendapatkan hal yang sama. Perbedaan perlakuan seperti ini cenderung menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
Sesungguhnya Islam sebagai pedoman dan solusi kehidupan telah mengatur bahwa kesejahteraan bukan hanya hak kelompok tertentu saja, melainkan untuk semua pejabat, pegawai, maupun rakyat biasa. Kesejahteraan seseorang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan pokok sebagai penunjang kehidupan.
Dalam Islam, kebutuhan dibagi menjadi dua yakni kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar publik. Kebutuhan pokok meliputi sandang, pangan dan papan. Kebutuhan dasar publik jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Negara wajib menjamin setiap individu berhak mendapatkan semua kebutuhan pokok, dengan cara negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap laki laki hingga tidak ada satupun yang tidak mendapat pekerjaan. Hal ini berkaitan dengan kewajiban mencari nafkah bagi setiap laki laki balik yang mampu bekerja. Mereka dibebankan oleh Allah menjadi pencari nafkah bagi istri, anak, saudara perempuan, orang tua, atau saudara yang cacat dari mereka.
Islam memiliki sistem gaji bagi pekerja. Besarnya gaji harus disesuaikan dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja. Bukan diukur dengan standar hidup minimum suatu daerah. Jika pekerjaan tersedia, gaji juga layak maka kebutuhan pokok setiap keluarga bisa dipenuhi dengan layak pula.
Sedangkan untuk kebutuhan dasar publik, negara wajib menjamin secara langsung. Negara mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara. Sehingga, baik yang kaya atau miskin, aparatur negara atau warga sipil, semuanya dapat merasakan kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis.
Islam memberikan jaminan demikian tidak pada saat menjelang hari raya atau momen tertentu saja. Jaminan tersebut diberikan negara setiap saat. Sehingga bila bulan Ramadan tiba, masyarakat fokus menyibukkan diri dengan menambah amalan saleh.
Selain itu, negara wajib memenuhi kebutuhan setiap warga negaranya dengan layak. Islam mendorong sesama muslim saling membantu. Salah satunya adalah tradisi Zimem Defteri.
Mereka berlomba-lomba membantu orang-orang miskin, anak yatim, janda, dan pria yang cacat yang tak memungkinkan mereka untuk bekerja.
Semuanya dilakukan semata-memata meraih keridhoan Allah Sang Maha Pengasih.
Seperti inilah sistem Islam menjamin kesejahteraan rakyatnya tanpa ada kisruh dan kecemburuan sosial terkait siapa yang berhak mendapatkan THR. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.