Citizen Reporter

KISAH Dg Naga Tukang Becak Asal Jeneponto, Hijrah di Mamuju Sejak Tahun 80-an, Awalnya Dagang Kelapa

Untuk bertahan hidup di tengah kerasnya kehidupan kota, tak ada pilihan lain bagi Dg Naga selain mengayuh becak.

Editor: Nurhadi Hasbi
Aldy, Mahasiswa Magang Universitas Muslim Indonesia
Dg Naga, penarik becak asal Jeneponton 

Penulis: Aldy, Mahasiswa Magang Universitas Muslim Indonesia (UMI)

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Kisah Dg Naga(70) seorang tukang becak di Kota Mamuju, Sulawesi Barat.

Meski usianya sudah senjak, namun semangatnya mengayuh becak belum surut.

Usai Dg Naga sudah memasuki 70 tahun.

Dia adalah seorang perantau dari Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Barat.

Untuk bertahan hidup di tengah kerasnya kehidupan kota, tak ada pilihan lain bagi Dg Naga selain mengayuh becak tuanya itu.

Meski jasanya tak banyak lagi yang menggunakan di tengah kemajuan transportasi moderan umum.

Ditemui di tempat mangkalnya, Jl Yos Sudarso, Kota Mamuju, Dg Naga, menceritakan tentang pengalaman hidupnya sejak hijrah di bumi Manakarra julukan daerah ini.

Dg Naga masuk di Mamuju sejak tahun 1980-an. Saat itu, daerah ini masih bagian dari Provinsi Sulawesi Selatan.

Akses transportasi umum masih terbatas kala itu.

Bahkan ia hijrah ke Kabupaten Mamuju masih melalui akses laut.

Dg Naga merantau ke Mamuju dengan harapan bisa membantu ekonomi keluarga di kampung halaman di Jeneponto.

"Sudah banyak perubahan kemarin saya ke Mamuju menggunakan kapal karana akses darat masih susah," katanya.

Hadir di Mamuju sejak tahun 80-an, Naga tak langsung menjadi tukang becak.

Awalnya, dia bekerja sebagai pedagang kelapa.

Dia membeli kelapa dari warga lalu dijual kembali ke pasar.

Namun, setelah menikah dia menyelingi pekerjaan itu dengan menarik becak.

"Semenjak menikah saya menyelingi dengan menarik becak" ujarnya.

Hal tersebut dia lakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya.

Dalam sehari, penghasilan Naga sebagai tukang becak tak menentu.

Apalagi, warga yang ingin menggunakan jasanya sudah sangat kurang.

Kadang, dalam sehari Dg Naga mengaku hanya membawa pulang Rp 20-30 ribu saja.

Dari hasil itulah, ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama keluarganya.

Dia mengaku sudah memiliki tiga orang anak.

Dua orang telah menikah dan satu masih sekolah dasar (SD).

Naga mengaku tidak tamat sekolah (SD) dan juga buta huruf.

Namun, dia tak ingin anak-anaknya mengikuti jejaknya.

Hal tersebut membuat dirinya terus berusaha untuk menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi.(*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved