Banjir Mamuju
CERITA Warga Simbuang Mamuju di Pinggir Sungai Karema, Tiap Hujan Dihantui Banjir
Terdapat 27 kepala keluarga (KK) yang bermukim di sepanjang pinggir sungai Karema tersebut.
Penulis: Fahrun Ramli | Editor: Munawwarah Ahmad
TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Cerita warga Lingkungan Simbuang, yang bermukim di pinggir sungai Karema, Kelurahan Simboro, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).
Terdapat 27 kepala keluarga (KK) yang bermukim di sepanjang pinggir sungai Karema tersebut.
Dimana pemukiman itu ialah wilayah Lingkungan Simbuang yang berada tepat di pinggi sungai Karema, yang melintas di Jl Soekarno Hatta.
Kebanyakan warga yang bermukim di lingkungan tersebut, merupakan pendatang yang sudah puluhan tahun menetap.
Pekerjaan warga beragam, ada tukang ojek, tukang becak, usaha jual-jualan hingga pemulung.
Setiap hujan deras, 27 kepala keluarga tersebut, selalu dihantui dengan banjir luapan sungai Karema.
Menurut, Muhlis sudah tak terhitung, berapa kali ia harus mengungsi, lantaran takut terseret aliran sungai.
Di 2022 ini, tercatat dalam benaknya, sudah empat kali, sungai Karema tersebut meluap ke pemukiman warga.
"Kalau hujan kita sudah tidak bisa tidur lagi, sudah lama dihantui luapan sungai Karema, harus waspada terus," ujar Muhlis saat ditemui, Kamis (27/10/2022).
Muhlis bercerita, pada Kamis (27/10/2022) sekitar pukul 02.30 dini hari, ia terbangun dan panik.
Teriakan tetangga rumahnya, terdengar keras di tengah-tengah derasnya hujan.
Pasalnya air sudah sampai lutut orang dewasa, sungai Karema kembali meluap.
Disaat sebagian warga Mamuju, tertidur lelap, namun tidak untuk 27 KK yang bermukim di bantaran sungai.
Mereka harus berjibaku dengan air, menyelamatkan barang-barang berharga dari luapan sungai.
"Ya utamanya anak-anak dulu yang saya larikan ke tempat aman, baru kembali selamatkan baju-baju," ungkap Muhlis.
Ia mengaku sudah tidak dapat lagi menyelamatkan beras yang berada di dapur rumahnya.
Bahkan baju-baju yang ada di lemari, kembali terendam banjir, yang ke sekian kalinya.
Warga sekitar yang bermukim di bantaran sungai tersebut, menjadikan Terminal Simbunag jadi pelarian.
"Kalau naik lagi air sungai, warga di sini langsung mengungsi di Terminal Simbuang karena cukup tinggi," lanjutnya.
Dikatakan sudah ada beberapa rumah di lingkungan tersebut rusak parah, bahkan sudah ada yang hanyut.
Rumah warga tersebut, rata-rata terbuat dari kayu, atau rumah berdiri yang nampak sudah lapuk.
Muhlis mengaku, banjir yang paling menakutkan saat terjadi di malam hari, seperti malam tadi.
Lantaran, suasana begitu gelap, menyulitkan warga untuk segera menyelamatkan barang-barangnya.
Belum lagi, petugas penyelamat dari pemerintah, datang saat air mulai surut di pagi harinya.
"Kita mau pindah dari sini, tapi tidak mungkin, karena cuman ini tempat tinggal kita," ujar Muhlis.
Usai banjir surut pada pagi tadi, ia dan warga lainya mencuci baju dan membersihkan rumah sisa genangan.
Bantuan logistik seperti makanan siap saji, menjadi kebutuhan mendesak setelah banjir surut.
"Kompor terendam, beras juga ikut terendam, bahkan ada warga yang tabungnya ikut hanyut tadi," tutupnya.(*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Fahrun Ramli