OPINI
Nestapa Guru Honorer
Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR).
Negara menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi rakyatnya, khususnya bagi kaum laki-laki yang mempunyai kewajiban bekerja dan menafkahi keluarganya.
Selain itu, tidak ada persyaratan kompleks bagi tenaga kerja yang ingin bekerja dalam departemen, jawatan, atau unit-unit. Terpenting, mereka memiliki status kewarganegaraan dan memenuhi kualifikasi, baik laki-laki maupun perempuan, Muslim maupun non-Muslim.
Iman Ad Damsyiqi menceritakan dalam sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha bahwa semasa pemerintahan Umar bin Khaththab ada tiga guru yang mengajar anak-anak. Mereka diberikan gaji masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas).
Jika saat ini harga 1 gram emas 500 ribu rupiah, maka gaji guru saat itu setiap bulannya adalah sebesar Rp31.875.000,00. MasyaAllah bukan?
Pemberian gaji ini tentunya tidak memandang status guru tersebut, apakah mereka PNS ataupun honorer. Hal yang jelas adalah bahwa mereka berstatus sebagai tenaga kerja.
Pengaturan gaji, negara akan mengambil dari kas baitulmal. Apabila kas baitulmal tidak tercukupi maka negara bisa menariknya dari dharibah atau pajak yang bersifat sementara.
Dan pajak ini hanya dipungut dari rakyat yang benar-benar kaya (crazy rich). Disaat yang sama, karena tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai, maka rakyat tidak akan menjadikan PNS/ASN sebagai satu-satunya pekerjaan impian.
Ketenagakerjaan dalam Islam menggunakan sistem pemenuhan kebutuhan bukan sekadar status.(*)