Daerah Inovatif 2021

Mamuju Predikat Kurang Inovatif Versi Kemendagri, Pengamat: Perlu Leadership Punya Kapabilitas

Menurutnya Abdul Rasyid, perlu inovasi terukur agar bisa diketahui inovasi program pemerintah daerah.

Penulis: Habluddin Hambali | Editor: Munawwarah Ahmad
Tribun Timur / Thamzil Tahir
Giant font Mamuju City menjadi salah satu ikon dan landmark wisata foto instagramable di Kota Mamuju. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Pengamat pemerintahan alumni Strata Dua (S2) Universitas Indonesia (UI) Abdul Rasyid turut berkomentar terkait predikat inovasi daerah 2021 Mendagri di Sulbar.

Menurutnya, perlunya inovasi terukur agar bisa diketahui inovasi program pemerintah daerah.

"Karena dengan mengukur inovasi, kita bisa tahu apakah gaung atau kampanye program yang diklaim pemda sebagai program inovasi berkinerja (perform) atau tidak," kata Abdul Rasyid, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Senin (21/2/2022).

Baca juga: Mateng Mamasa Polman & Pasangkayu Raih Predikat Inovatif Inovasi Daerah 2021

Baca juga: Sama-sama Raih Predikat Kurang Inovatif, Mamuju Raih Skor 0,08 Majene 25,39

Lanjutnya, bisa dilihat dari indeks yang dirilis dari divisi think tank Kemendagri.  

Tampak jelas bahwa Mamuju dan Majene tidak perform yang hanya berhasil mencapai angka 25.35 dan 0.08. 

"Berbeda dengan daerah lain seperti Mateng, Mamasa, Polman, dan Pasangkayu yang memiliki variabel dan indikator kinerja yang relatif memuaskan dari sisi performa programnya," ungkap Abdul Rasyid.

Sementara, bicara konteks "value creations" dalam inovasi, maka yang dilihat bukan hanya berapa banyak programnya. 

Tapi, perlu dilihat bagaimana inovasi itu diukur dari beberapa indikator. 

"Kalau mengukur inovasi daerah, Kemendagri dan PAN RB punya pengukuran inovasi yang relatif transparan dan akuntabel," bebernya.

Sedangkan, dari indeks inovasi daerah yang dirilis menandakan bahwa, meskipun ada banyak program terbaru yang dimiliki oleh suatu daerah dan tidak dimiliki oleh daerah lain.

Akan tetapi, itu tidak memastikan bahwa daerah itu inovatif. 

"Jadi percuma banyak program dan kebijakan inovatif, kalau proses "value creations" tidak diciptakan terlebih dahulu. Kalau demikian, yang terjadi adalah inefisiensi birokrasi," ujarnya.

Biasanya, faktor utama kenapa inovasi daerah tidak bertumbuh atau bahkan jalan di tempat. 

Padahal kalau mendengar programnya luar biasa inovatif. P

enyebabnya karena aspek "leadership" nya tidak hadir dalam proses inovasi. 

"Secanggih apa pun program, kalau leadernya tidak bisa menjalankan fungsi "drivers", maka sama saja programmya tidak produktif dan berkembang. Coba perhatikan pemda di indonesia yang berdaya saing dan inovatif. Semua karena "leadership" nya tau menjalankan roda organisasi dan proses inovasi yang mau dan sementara berjalan," paparnya.

Begitupun, kalau melihat situasinya, perlu aspek leadership yag punya kapabilitas menjalankan program-program inovasi di daerahnya masing-masing.

Dengan begitu, proses penciptaan "value co-creations" bisa berjalan dengan baik.

"Intinya, kalau melihat berbagai riset maupun praksis, khususnya dalam kajian birokrasi di asia secara umum, aspek "leadership" jadi faktor utama dalam ber inovasi," tandasnya.

Empat Kabupaten di Sulawesi Barat mendapat predikat inovatif dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap inovasi pemerintahan.

Sementara, dua kabupaten yakni Majene dan Mamuju mendapat predikat kurang inovatif.

Mamuju mendapatkan dengan skor 0,08 dengan kategori kurang inovatif.

Sementara Kabupaten Majene skornya 25,39 kategori Kurang Inovatif meski sangat jauh dari Kabupaten Mamuju.

Data ini disampaikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah (Puslitbang Inovda), BPP Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).(*)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved