Hukum Mati Koruptor, Pakar Hukum Unsulbar Khawatir Digunakan Penguasa Hilangkan Lawan Politik
"Harus satu standar. Yang dekat dengan penguasa dan yang tidak dekat dengan penguasa harus diperlakukan sama," tukasnya.
Penulis: Nasiha | Editor: Hasrul Rusdi
TRIBUN-SULBAR.COM, MAJENE - Penerapan pidana hukuman mati bagi koruptor oleh Kejaksaan Agung masih menuai polemik.
Utamanya dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM).
Sejumlah aktivis HAM menolak penerapan pidana mati tersebut.
Dosen Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) Muchtadin Al-Attas juga angkat suara.
Ia mempertanyakan, pidana mati ini apakah diterapkan dalam konteks pemberlakuan pasal 2 ayat (2) UU 31/1999 Jo. UU 20/2001 tentang tindak pidana korupsi.
Baca juga: Tim SAR Mamuju Hentikan Pencarian DPO Kasus Narkoba, Diduga Hanyut di Sungai Tarailu
Baca juga: Pemprov Sulbar Belum Tetapkan UMP, Kadis Tenagakerja: Menunggu Tanda Tangan Gubernur

Ataukah menambahkan pidana mati untuk beberapa pasal yang lain melalui mekanisme perubahan Undang-undang.
"Jika yang dipertanyakan soal menerapkan Pasal 2 ayat (2), hal ini tentu sangat berhubungan erat dengan kesesuaian perbuatan (fakta) dengan rumusan pasal yang dimaksud. Tapi kalau yang dipersoalkan adalah menambahkah sanksi pidana mati dalam UU korupsi lewat mekanisme perubahan UU, hal ini menarik untuk dikaji," ujar Muchtadin kepada Tribun-Sulbar.com, Sabtu (20/11/2021).
Menurutnya, penegakkan hukum harus tetap mengedepankan asas kemanusiaan.
"Hukuman mati ini, bagi para aktivis HAM dan tentu kita juga sebagai manusia adalah hal yang bertentangan dengan HAM," ucapnya.
Ia mengatakan, hak untuk hidup merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Dalam pergaulan internasional, Indonesia dituntut untuk menghapuskan pidana mati.
"Jika tidak bisa dihapus, maka terpidana mati ditangguhkan eksekusinya atau bahkan tidak dieksekusi," lanjutnya.
HAM di Indonesia digolongkan sebagai constitutional rights.
Baca juga: LK II HMI MPO Mamuju Diikuti 25 Peserta, Ada dari Banda Aceh
Baca juga: Kemelut Kasus Suap Liga 3, Menpora: Pelaku Harus Diajatuhi Hukuman yang Berat
Dimana, constitutional rights adalah hak asasi manusia yang tercantum secara tegas dalam UUD tabun 1945. Sehingga, HAM resmi menjadi hak konstitusional setiap warga negara.
Terkait efektifitas, ia tak menampik jika hukuman mati dalam dapat menjadi detterence/ pencegah.
Namun secara teori hukum, pidana mati ini setidaknya dapat menjadi pertimbangan sebelum melakukan tindakan yang dilarang contoh korupsi.
"Yang saya khawatirkan bukan soal efektif atau tidak menekan korupsi. Tapi justru, khawatir digunakan oleh penguasa untuk menghilangkan lawan politiknya," lanjutnya.
Jika pemerintah bersikukuh ingin menerapkan pidana mati ini, negara harus menjamin tidak ada sistem tebang pilih.
"Harus satu standar. Yang dekat dengan penguasa dan yang tidak dekat dengan penguasa harus diperlakukan sama," tukasnya. (*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Misbah Sabaruddin