Opini
648 Koperasi Merah Putih Diluncurkan di Sulawesi Barat, Menuju Ekonomi Desa Modern?
Tingkat kepercayaan dan partisipasi aktif menjadi pelumas agar koperasi tidak hanya sukses secara ekonomi
Oleh : Dr.Wahyu Maulid Adha (LE DJPb Kemenkeu Sulbar)
TRIBUN-SULBAR.COM - Gelombang baru ekonomi desa sedang meruak di Sulawesi Barat. Mengutip dari laporan Alco Regional DJPb Provinsi Sulawesi Barat bahwa baru-barun ini telah Launching 648 Koperasi Merah Putih di Sulawesi Barat, bukan sekadar seremoni, melainkan babak baru pemberdayaan ekonomi akar rumput.
Pemerintah pusat dan daerah seolah sedang menjahit ulang "peta kekuatan" desa agar tak lagi bergantung pada anggaran transfer, melainkan pada inovasi, solidaritas, dan jejaring pelaku ekonomi lokal.
Dalam kerangka pertumbuhan endogen (Paul Romer), koperasi punya fungsi penting dalam mendorong inovasi desa. Keterlibatan pelaku lokal dalam koperasi mendorong transfer pengetahuan, modernisasi bisnis, hingga digitalisasi sistem keuangan dan pemasaran—semua menjadi motor pertumbuhan dari komunitas itu sendiri.
Begitupun James Coleman dan Robert Putnam berpendapat bahwa kekuatan social capital di koperasi kebijakan berbasis trust, jejaring sosial, dan norma bersamaan mendukung implementasi tata kelola koperasi yang baik.
Tingkat kepercayaan dan partisipasi aktif menjadi pelumas agar koperasi tidak hanya sukses secara ekonomi, tapi juga jadi pusat pembelajaran sosial di desa.
Dengan sokongan teori ekonomi dan sosial, terbukti bahwa Koperasi bukan sekadar program pembangunan sesaat. Jika didukung regulasi tepat dan SDM yang terlatih, koperasi bisa jadi katalisator utama ekonomi desa modern dan tumpuan kesejahteraan masyarakat lokal.
Desa di Sulawesi Barat sedang mengalami “upgrade” besar-besaran.
Bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi soal membalik situasi lama, dari desa yang cuma menonton, jadi desa yang aktif bergerak di lini depan ekonomi lokal.
Langkah ini bukan tiba-tiba. Selama bertahun-tahun desa di Sulbar selalu mengandalkan transfer dana pusat dan hibah daerah.
Tapi masalahnya, belanja daerah hampir selalu numpang di “belanja operasi” alias gaji pegawai dan jarang masuk ke kegiatan produktif masyarakat.
Ujungnya, ekonomi desa mandek, kesempatan kerja terbatas, serta inovasi bisnis lokal jadi barang mahal.
Berdasarkan Laporan ALCo Kemenkeu Sulbar menguraikan, sejak koperasi Merah Putih diluncurkan, “mesin ekonomi” desa mulai di starter ulang.
Di sini warga desa belajar bareng urus usaha, kelola modal, hingga pasarkan produk. Data Diskoperindag provinsi nunjukin, pertumbuhan koperasi Sulbar melesat 75 persen lima tahun terakhir paling mencolok, tentu saja, dari kelompok KDMP/KKMP yang baru diresmikan.
Modal ? Jangan takut. Pemerintah pusat lewat PMK 49/2025 sudah kasih karpet merah bagi koperasi buat ngajuin pinjaman ke bank Himbara : plafon puluhan juta sampai miliaran, bunga cuma 6 persen, tanpa agunan, plus masa tenggang pembayaran cukup lama.
Tapi ingat, ini bukan sekadar euforia jumlah koperasi yang meledak. Teorinya jelas: ekonomi desa modern dihasilkan lewat sinergi modal, tata kelola, dan inovasi. Jangan sampai modal yang gampang justru bikin koperasi “kebablasan”—meluncur cepat tapi remnya blong.
Semua harus belajar dari Elinor Ostrom dan Mancur Olson, bahwa solidaritas sosial, disiplin internal, dan tata kelola yang transparan adalah syarat mutlak supaya koperasi benar-benar jadi motor demokrasi ekonomi pedesaan.
Meski begitu, PR tetap banyak. Desa harus didorong untuk digitalisasi pemasaran dan keuangan, pelatihan SDM, serta jejaring bisnis lintas desa.
Pemerintah masih perlu konsisten dampingi: monitoring, pelatihan, inovasi, dan regulasi.
Ekonomi desa modern baru terwujud kalau semua pihak kuat di ekosistem, bukan cuma di launching dan seremoni. Jadi, jangan lagi desa sekadar penerima dana atau objek pembangunan.
Sulawesi Barat sedang membuktikan bahwa modernisasi ekonomi bisa dimulai dari akar rumput dari koperasi dan inovasi sosial bukan dari uang besar yang masuk tanpa kontrol. Koperasi Merah Putih adalah bukti, ekonomi desa modern itu nyata dan niscaya jika solidaritas, modal, dan inovasi jalan beriringan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.