Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Marthinus Hukom dilansir Tribunnews.com menegaskan bahwa Indonesia tidak berencana melarang vape secara menyeluruh, melainkan fokus pada pengawasan dan pemisahan antara penggunaan yang sah dan penyalahgunaan.
“Yang ingin saya tekankan, bukan soal melarang. Tapi kita harus bisa membedakan mana vape yang memang digunakan untuk merokok dan mana yang dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk kejahatan,” ujar Hukom saat ditemui di Lemhannas RI, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).
Menurutnya, zat seperti ketamin dan etomidate yang kerap disalahgunakan melalui vape dikategorikan sebagai psikotropika di Indonesia, bukan narkotika.
Ia juga menyoroti bahwa vape kini telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, sebagai alternatif dari rokok konvensional.
Untuk mencegah penyalahgunaan, BNN telah menginstruksikan seluruh Kepala BNN Provinsi agar meningkatkan pengawasan terhadap peredaran vape, khususnya yang mengandung zat adiktif.
Koordinasi juga dilakukan dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memastikan liquid vape yang beredar tidak mengandung zat berbahaya.
“Kami telusuri produksi vape yang murni untuk rokok dan yang telah dimodifikasi dengan zat adiktif,” jelas Hukom.
Ia menambahkan, BNN juga bekerja sama dengan Bea Cukai untuk memperketat jalur masuk produk vape ke Indonesia, guna menutup celah bagi pelaku kejahatan.
Saran Ahli Kesehatan untuk Peredaran Vape di Indonesia
Terkait kebijakan pemerintah ini, menurut Dicky, meniru sepenuhnya kebijakan Singapura tentu tidak mudah.
Industri VEF di Indonesia berkembang pesat, melibatkan banyak pihak, dan bahkan kerap dianggap memberikan dampak ekonomi.
Namun tantangan terbesar justru ada pada lemahnya penegakan hukum dan rendahnya literasi publik.
Banyak masyarakat yang masih percaya bahwa VEF lebih aman dibanding rokok konvensional, padahal bukti ilmiah menunjukkan sebaliknya.
“Alih-alih langsung meniru 100 persen kebijakan Singapura, Indonesia bisa memperkuat regulasi penjualan dan pemasarannya. Terutama pembatasan akses anak dan lain sebagainya,” saran Dicky.
Ia menegaskan, masalah bukan hanya ada pada rokok elektronik, tetapi juga rokok tradisional yang hingga kini pun aturannya belum ditegakkan secara serius.