Meroketnya Harga Daging Sapi di RI Imbas dari Rantai Distribusi yang Terlalu Panjang

Penulis: Suandi
Editor: Nurhadi Hasbi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penjual daging sapi di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur, Selasa (22/2/2022).

TRIBUN-SULBAR.COM - Nisrina Nafisah selaku Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebut, pemerintah harus melakukan pembenahan terhadap rantai distribusi dan logistik daging sapi nasional.

Nisrina Nafisah menyampaikan, Meroketnya harga daging sapi perlu diatasi dengan melihat permasalahan tersebut di hulu.

Salah satu masalah yang ada di hulu adalah rantai distribusi.

Pasalnya, panjangnya rantai distribusi akan berimbas pada munculnya biaya tambahan yang tak sedikit. Sehingga memberikan pengaruh terhadap harga jual.

Dirinya menjelaskan, pemerintah memilih mengimpor sapi, harus digemukkan lagi dan dipotong di Indonesia.

ILUSTRASI Daging sapi yang akan dipilih pembeli di pasar. (kompas.com)

Baca juga: Harga Daging Sapi Naik, Pemerintah Tuding Ada Oknum Bermain, Kerahkan Satgas Pangan Investigasi

Baca juga: Kandungan Kolesterol Menu Daging Sapi Lebih Tinggi dari Kambing, Dianjurkan Banyak Makan Buah

Selanjutnya, daging sapi yang dihasilkan tersebut dapat dijual langsung ke pedagang grosir berskala besar di pasar atau melalui tengkulak yang membantu Rumah Potong Hewan (RPH) untuk mendapatkan pembeli.

Setelah itu, menjual daging sapi ke pedagang grosir berskala kecil.

Pada pedagang grosir berskala kecil inilah yang menjual daging sapi ke pedagang eceran di pasar tradisional atau supermarket, sebelum akhirnya sampai di tangan konsumen.

"Secara umum, tingginya harga daging sapi di Indonesia juga disebabkan oleh tingginya harga logistik, terutama biaya penyimpanan dalam cold storage. Biaya logistik selama pandemi Covid 19 juga mengalami kenaikan," kata Nisrina Nafisah, dikutip tim Tribun-Sulbar.com dari Kompas.com.

Lebih lanjut, Nisrina Nafisah menyampaikan, meoketnya harga daging sapi tak lepas dari tingginya ongkos produksi.

Tingginya ongkos produksi tersebut tentunya dapat berimbas pada kerugian bagi produsen dan penjual daging sapi.

Sejatinya, fluktuasi harga pangan adalah hal yang biasa. Mengingat, perdagangan pangan tak lepas dari dinamika pasar berdasarkan produksi, distribusi, dan permintaan.

Terlebih lagi, menjelang Ramadan dan Idul Fitri dalam waktu dekat akan berpengaruh terhadap jumlah permintaan yang biasanya akan meningkat dan hal ini perlu diikuti dengan kecukupan pasokan sebagai bentuk antisipasi.

Nisrina Nafisah meminta kepada pemerintah agar memastikan pasokan daging sapi untuk konsumsi domestik cukup untuk sepanjang 2022.

Dan produksi domestik bisa ditingkatkan dengan mengembangkan sistem produksi daging sapi agar dapat mencapai produktivitas yang optimal guna mengantisipasi lonjakan harga di pasar internasional.

"Ke depannya, Indonesia dapat memperkuat kerja sama perdagangan dengan negara produsen utama daging sapi selain Australia untuk mendiversifikasi sumber pangan dan memperkuat resiliensi sistem pangan Indonesia," tuturnya.

(Tribun-Sulbar.com/Al Fandy Kurniawan)