TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU- Distributor Mahameru di Jl Atik Soeteja, Kelurahan Karema, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) belum memiliki stok minyak goreng.
Hal tersebut, disampaikan pimpinan Distributor Mahameru Mamuju, Sutonggo saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (22/2/2022).
"Sampai saat ini belum ada masuk minyak goreng," kata Sutonggo.
Bahkan, kata Sutonggo stok minyak goreng belum masuk sejak bulan Januari 2022 lalu.
Itu, menyebabkan tidak adanya pengiriman dari pabrik.
"Kita sudah melakukan permintaan, tapi belum ada terkirim sejak Januari 2022 lalu," ungkapnya secara singkat.
Sebelumnya, diberitakan kelangkaan minyak di Kota Mamuju sangat dirasakan masyarakat hingga pedagang.
Masyarakat rela antri ber jam-jam untuk mendapatkan minyak goreng.
Bahkan, sebagian harus kecewa karena tidak mendapatkan minyak goreng.
Begitupun, para pedagang yang membutuhkan minyak goreng.
Seperti, Owner Chik & Fish, Hutri Karim turut memberikan komentar terkait langkanya minyak goreng di Kabupaten Mamuju.
Menurutnya, kelangkaan minyak goreng perlu perhatian semua pihak.
Baca juga: Jeritan Pedagang Gorengan di Mamuju, Minyak Goreng Susah Lalu Tempe Mengecil, Keuntungan Pun Kurang
Baca juga: Sengkarut JHT Tuntutan Buruh, Dalih Ida Fauziyah & Instruksi Jokowi Merevisi Peraturan Menaker
"Karena biar bagaimana ini kebijak pemerintah pusat untuk semua wilayah, termasuk di Sulbar," kata Hutri, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (21/2/2022).
Dia juga menceritakan bagaimana usahanya harus bertahan di tengah kelangkaan minyak goreng.
Apalagi, setiap harinya dirinya harus memakai minyak empat liter.
"Itu satu otlet. Jadi mau tidak mau kita harus membeli minyak meskipun mahal dan itupun susah didapatnya," kata ungkap Hutri.
Sementara itu, keadaan saat ini dirinya hanya bisa berkreasi terkait penjualan Chik & Fhishnya.
Seperti, selama ini harus menggunakan kemasan, sekarang harus menggantinya dengan sederhana.
"Biasanya kita beli di pasar Rp 45.000 dua liter dengan harga normal. Kadangji juga beli di Indomaret dengan harga Rp 14 ribu, tapi tidak sering karena kita harus kejar waktu," ungkap Hutri.
Sedangkan, untuk mendapatkan minyak goreng Rp 14 ribu per liter harus antri berjam-jam.
Saat ini, tidak dilakukannya karena habis waktunya untuk mengantri.
"Baru kita ini menjual harus kejar waktu. Jadi susah dan berat kita jalani keadaan seperti ini," ujarnya.
Selain itu, perlunya kesadaran bersama agar bisa saling membantu satu sama lain.
Artinya, tidak perlu adanya panic buying.
"Jadi meding mahal tapi tidak langka. Daripada sekarang mau cari yang mahal susah juga didapat, apalagi yang harga Rp 14 ribu," harapnya.
Selama langkanya minyak goreng ini cukup berdampak pada penghasilan penjualannya.
Bahkan, ada beberapa otlet seperti usahanya justru ditutup.
"Kita harus pintar-pintar jalan ke luar. Makanya saya masih bertahan sampai saat ini. Semoga kelangkaan minyak ini bisa teratasi dan perlu ketegasan satgas atas kelangkaan minyak ini. Terutama saat ada antrian, jangan sampai ada yang menimbun dan menjual kembali," tandasnya.(*)
Laporan Wartawan TRIBUN-SULBAR.COM, Habluddin