Berita Pasangkayu

Demi Sekarung Beras, Lansia 82 Tahun di Pasangkayu Bertaruh Tenaga

Seorang staf kelurahan membenarkan, untuk sementara, penyaluran bantuan memang belum dapat diwakilkan.

|
Editor: Nurhadi Hasbi
Taufan
BERAS BANTUAN-Arnol (82), warga lanjut usia di Kelurahan Pasangkayu, dibantu sejumlah warga dan aparat TNI saat datang ke kantor kelurahan demi mengambil bantuan beras, Sabtu (19/7/2025). Meski dalam kondisi fisik yang lemah, ia tetap hadir karena aturan menyatakan bantuan tidak bisa diwakili. 

TRIBUN-SULBAR.COM, PASANGKAYU – Sabtu pagi itu, kantor Kelurahan Pasangkayu tampak lebih ramai dari biasanya.

Di tengah deretan antrean penerima bantuan, seorang lelaki tua mencuri perhatian.

Tubuhnya ringkih, langkahnya goyah.

Namun wajahnya penuh tekad.

Namanya Arnol. Usianya 82 tahun.

Di tengah teriknya matahari dan hiruk pikuk antrean, ia datang sendiri.

Baca juga: Bikin Haru Arnol, Lansia 82 Tahun Rela Bertatih Demi Bantuan Beras di Pasangkayu

Langkahnya tertatih, demi mendapatkan sekarung beras bantuan dari pemerintah.

Meski tubuhnya tak lagi mampu berdiri tegak, Arnol bersikeras hadir langsung.

Aturan dari kelurahan memang menyebutkan, bantuan tidak bisa diwakilkan.

Maka ia pun memaksa diri datang, dibantu warga dan aparat TNI yang sigap membopong tubuh rentanya ke ruang pelayanan.

Peluh membasahi wajah keriputnya.

Sesekali ia mengusap dahi, menahan lelah.

Tapi tak sekalipun ia mengeluh.

"Saya datang sendiri karena memang harus datang langsung. Tidak bisa diwakili," ucap Arnol lirih, duduk di kursi plastik sambil digandeng seorang perempuan yang memegangi lengannya.

Aturan yang Tak Ramah Lansia

Seorang staf kelurahan membenarkan, untuk sementara, penyaluran bantuan memang belum dapat diwakilkan.

Opsi tersebut baru akan dibuka beberapa hari ke depan.

“Untuk saat ini belum bisa diwakili. Baru hari Selasa depan kami izinkan diwakili oleh keluarga atau tetangga,” ujarnya.

Namun kebijakan itu menuai sorotan.

Sejumlah warga menilai, seharusnya pemerintah lebih fleksibel, khususnya bagi kelompok rentan seperti Arnol.

“Seharusnya dimaklumi. Ini sudah sangat tua dan kesulitan berjalan. Kasihan sekali tadi kita lihat,” ujar Yani, warga yang ikut membantu.

Arnol tak hanya harus berjuang saat datang, tetapi juga saat hendak pulang.

Untuk menaiki sepeda motor yang akan mengantarnya pulang, ia kembali harus dibopong dan ditopang dari kanan dan kiri.

Beberapa warga yang menyaksikan terlihat menahan haru, ada pula yang mengusap air mata.

Lebih dari Sekadar Administrasi

Kisah Arnol mencuatkan pertanyaan penting, apakah sistem pelayanan publik kita sudah benar-benar ramah bagi kelompok rentan?

Di tengah semangat penyaluran bantuan sosial, adakah ruang bagi kebijakan yang lebih manusiawi?

Adakah jalur khusus bagi lansia, penyandang disabilitas, atau mereka yang secara medis tidak mampu hadir?

Momen dramatis ini menjadi pengingat bahwa inklusivitas bukan hanya soal syarat administratif.

Tapi juga tentang empati, pemahaman, dan keberpihakan.

Arnol mungkin hanya satu dari ratusan lansia yang mengalami hal serupa.

Tapi hari itu, ia telah menjadi simbol.

Simbol dari keteguhan seorang warga kecil yang masih percaya bahwa negara hadir untuknya.

Dan demi itu, ia bertaruh tenaga terakhirnya demi sekarung beras yang menjadi haknya.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Taufan

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved