Kemendagri Kurangi Luas Wilayah Sulbar

Kepmendagri 300/2025 Kurangi Luas Sulbar, Aco Hatta Kainang Nilai Rentan Konflik Antar Wilayah

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah daerah patut mendapatkan penjelasan yang detail dari Kementerian Dalam Negeri.

Editor: Nurhadi Hasbi
Hatta Kainang
Direktur Lembaga Opini Hukum Publik Aco Hatta Kainang 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Republik Indonesia Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang penataan kawasan dan penegasan batas wilayah memicu polemik di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).

Kebijakan tersebut secara resmi mengurangi luas wilayah Sulbar sebesar 4.082 kilometer persegi, mencakup area di tiga kabupaten.

Namun, keputusan itu tidak disertai penjelasan komprehensif dari pemerintah pusat, sehingga memicu berbagai pertanyaan.

Direktur Lembaga Opini Hukum Publik, Aco Hatta Kainang, menyatakan, keputusan tersebut menimbulkan konsekuensi serius, termasuk pada potensi penurunan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah.

“Kepmendagri 300 Tahun 2025 ini menggantikan ketentuan sebelumnya dalam Kepmendagri 2022, sehingga membuat luas wilayah Sulbar berkurang. Tentu kita butuh penjelasan karena pengurangan luas akan berdampak langsung pada alokasi DAU,” ujar Aco Hatta, yang juga merupakan mantan Anggota DPRD Sulbar, Selasa (17/6/2025).

Ia menambahkan, wilayah yang dikeluarkan dari peta administratif Sulbar tentu memiliki potensi ekonomi maupun sosial yang signifikan.

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah daerah patut mendapatkan penjelasan yang detail dari Kementerian Dalam Negeri.

“Apalagi kita sebelumnya memenangkan uji materi atas Permendagri Nomor 60 Tahun 2018 terkait batas wilayah antara Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah, khususnya di Donggala dan Pasangkayu. Artinya, wilayah kita justru semestinya bertambah, bukan berkurang,” jelasnya.

Dorong Peninjauan dan Advokasi Politik

Aco Hatta juga mendorong Pemerintah Provinsi Sulbar, DPRD Sulbar, serta wakil-wakil daerah di DPD RI untuk menindaklanjuti persoalan ini melalui jalur resmi dan politis ke pemerintah pusat.

“Ini bukan hal sepele. Pemerintah provinsi bersama DPRD dan DPD RI harus menyampaikan keberatan atau meminta klarifikasi ke Kemendagri secara resmi,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyarankan agar pengaturan batas wilayah tidak lagi ditetapkan hanya melalui Peraturan Menteri (Permendagri), melainkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) yang lebih sesuai dengan hirarki perundang-undangan.

“Batas daerah itu ditetapkan melalui undang-undang pembentukan daerah. Jadi seharusnya turunannya tidak diatur lewat Permendagri, karena secara hierarki tidak sesuai. Ini bisa menimbulkan kerancuan hukum,” tandasnya.

Sikap Mendagri Dinilai Rentan Konflik

Di akhir pernyataannya, Aco Hatta menilai keputusan Mendagri melalui Kepmendagri 300/2025 sangat rentan menimbulkan konflik baru antarwilayah.

“Keputusan seperti ini seharusnya tidak diambil secara sepihak tanpa dialog dengan daerah terdampak. Kalau tidak disikapi serius, ini bisa memicu ketegangan wilayah dan ketidakpuasan masyarakat,” tutupnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved