Opini
Anak Pendek Bukan Soal Takdir, Stunting Itu Ketimpangan yang Terstruktur
efek dari stunting ini tidak hanya menyebabkan gagal tumbuh seperti tinggi anak yang pendek saja,
Oleh: Prima Trisna Aji
Dosen prodi Spesialis Medikal Bedah Universitas Muhammadiyah Semarang
TRIBUN-SULBAR.COM - Kalau kita mendengar kata Stunting, maka kita akan ingat satu kata yaitu tentang Gizi buruk. Kalimat Stunting ini sering kita dengar dan lihat baik di radio, di chanell media online ataupun di televisi dimana saat ini pemerintah Indonesia terus menggencarkan untuk penanganan masalah Stunting yang berada di Indonesia.
Tidak hanya itu, masalah stunting ini bahkan menjadi ‘lahan empuk’ untuk menjadi ajang kampanye para presiden, kepada daerah dari Gubernur hingga walikota serta Bupati.
Berdasarkan data penelitian terbaru yang sudah dirilis dengan stunting bahwa negara Indonesia pada tahun 2025 menduduki peringkat tertinggi kasus stunting tertinggi di wilayah Asia Tenggara, dimana peringkat dibawahnya disusul oleh Timor Leste dan negara Myanmar.
Data ini juga didukung oleh data dari UNICEF dimana menempatkan negara Indonesia pada peringkat 50 besar dari 190 negara pada kasus stunting. Tentunya hal ini sangat mengkwatirkan dan mencengangkan bagi kita semua.
Belum lagi ditambah dengan data menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024-2025, beberapa kota di Indonesia mencatat angka stunting anak balita yang masih mengkhawatirkan,pada khususnya pada wilayah perekonomian yang rendah, wilayah kemiskinan tinggi dan sulitnya mengakses layanan Kesehatan dasar.
Data ini didukung data terbaru dari Kementerian Kesehatan dan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024-2025, dimana beberapa kota di Indonesia mencatat angka stunting anak balita yang masih mengkhawatirkan, terutama di wilayah dengan tingkat kemiskinan dan akses layanan kesehatan yang terbatas.
Dimana peringkat pertama kota menduduki peringkat tertinggi stunting adalah kota Jayapura Papua, Kota Palembang Sumatra Selatan dan Kota Makasar Sulawesi Selatan.
Belum lagi suatu cerita mengenaskan dari sebuah desa di luar Jawa yaitu di Nusa Tenggara Barat dimana dalam sebuah keluarga hanya mampu memberikan makanan bubur encer setiap hari yang diberikan sedikit penyedap rasa kepada keluarganya termasuk bayinya.
Dimana keluarga tersebut tidak tahu bahwa kekurangan protein bisa berdampak seumur hidup bagi bayinya. Bahkan ketika dikunjungi oleh Petugas Kesehatan dan mengetahui anaknya pendek, sesosok ibu rumah tangga yang Bernama Rera tersebut hanya pasrah dan menyampaikan bahwa “Anak saya pendek karena sudah takdir”.
Hal seperti ini tentunya sangat memprihatinkan dimana kesadaran Masyarakat tentang stunting masih kurang dan menganggap bahwa semua itu sudah takdir.
Padahal hal ini bisa dirubah dari sedari dini apabila diberikan edukasi yang adekuat tentang kondisi pada anaknya tersebut. Disini peran pemerintah serta dinas Kesehatan juga bertanggung jawab atas kejadian ini. Bisa dikatakan takdir, apabila kita sudah berdoa, berikhtiar serta berusaha sehingga hasilnya kita berpasrah kepada Allah SWT. Tetapi ketika tanpa melakukan apa – apa ditambah kurangnya kesadaran diri tentunya ini akan menjadi preseden buruk bagi keluarga tersebut.
Kalau kita mau menilik ke belakang, bahwa istilah “Anak Pendek karena takdur” adalah ungkapan setiap hari yang sering diucapkan pada setiap keluarga yang memiliki kesadaran Kesehatan yang kurang. Sehingga mitos seperti ini layaknya bisa dilawan dengan penerapan edukasi yang baik bagi keluarga yang beresiko terkena Stunting.
Stunting: Bukan Takdir, Tapi Ketimpangan yang Terstruktur
Penelitian terbaru dari Status Gizi Indonesia pada Tahun 2023 yang dirilis oleh Kemenkes menyatakan bahwa Tingkat prevelansi Stunting pada Balita presentasenya sangat jauh dari standart yang sudah ditetapkan oleh WHO. Dimana data ini menunjukkan bahwa banyak jutaan anak – anak yang terancam stunting.
Padahal kalau kita mau menelisik lebih dalam, efek dari stunting ini tidak hanya menyebabkan gagal tumbuh seperti tinggi anak yang pendek saja, melainkan juga bisa menyebabkan penurunan sistem imun pada Balita, beresiko tinggi terkena penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus, Gizi Buruk, malnutrisi dan tekanan darah tinggi ketika sudah dewasa. Dan tentunya resiko penyakit jantung coroner setiap tahun akan terus semakin meningkat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.