Kabar Duka

Kisah Jendral Jusuf Manggabarani,Pernah Minta Jurnalis Tribun Rekam Puisi Usai Dicopot Jadi Kapolda

Saat itu, Jusuf Manggabarani yang baru dua bulan berusia 51 tahun dan menyandang pangkat inspektur jenderal polisi, tengah menghadapi cobaan besar

Editor: Abd Rahman
istemewa
KABAR DUKA - Kabar duka menyelimuti institusi Kepolisian Republik Indonesia. Komjen Pol (Purn) Drs. Jusuf Manggabarani, seorang jenderal bintang tiga asal Makassar yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), meninggal dunia hari ini, Selasa (20/5/2025). 

TRIBUN-SULBAR.COM- Kepergian Komjen. Pol. (Purn.) Jusuf Manggabarani pada 20 Mei 2025 lalu membawa kembali ingatan akan sebuah kisah yang merefleksikan ketegaran dan filosofi hidupnya. 

Sebuah momen yang terjadi 21 tahun silam, tepatnya pada Ahad, 2 Mei 2004, di rumah jabatan Kapolda Sulawesi Selatan di Makassar.

Saat itu, Jusuf Manggabarani yang baru dua bulan berusia 51 tahun dan menyandang pangkat inspektur jenderal polisi, tengah menghadapi cobaan besar.

Jenderal Dai Bachtiar, yang kala itu menjabat Kapolri, telah mencopotnya dari jabatan Kapolda Sulsel.

Momen menjelang azan Magrib itu terasa begitu hening dan penuh duka. 

Namun,Jusuf Manggabarani memilih untuk menghadapi situasi tersebut dengan ketegaran yang luar biasa. 

"Mana kopiiii. Kopi paling pahiiiiiiiiiittt.." ujarnya lantang, memecah kesunyian rumah.

Istrinya, AKBP Sumiati, mendekat dan berbisik bahwa putra mereka, Edy Sabara, yang kala itu merupakan taruna tahun kedua di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, terus menelepon sambil menangis. 

Ketika telepon tersambung dan suara isak tangis Edy terdengar, Jusuf Manggabarani berujar tegas, 

"Ehhh, diam. Diam. Anak lelaki jangan nangis."

Jusuf kemudian melanjutkan dengan senyum, 

"Nah, begitu… Bapak baik-baik saja. Saya ini laki-laki Nak. Laki-laki itu harus tegar, Ini risiko jabatan. Risiko jadi komandan."

Filosofi Hidup Sang Jenderal

Pada momen itu, Jusuf Manggabarani menyampaikan sebuah petuah yang tak lekang oleh waktu kepada putranya:

“Dengar baik-baik Nak! Lelaki itu cuma satu kali menangis. Saat dia dilahirkan saja. Tapi saat itu, semua orang di sekelilingnya tersenyum bahagia. Ingat, setelah itu lelaki tak pernah lagi menangis. Dia hidup menjalani tanggung jawabnya dan meninggal dengan tersenyum. Saat itu, semua orang sekitarnyalah menangis. Jadilah lelaki, menangis hanya satu sekali.”

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved