Demo PLTU Mamuju
Pekerja PLTU Mamuju Ungkap Kejanggalan Manajemen Hingga Kontrak Kerja Hanya Diperlihatkan via Zoom
Menurutnya, kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan diambil secara tiba-tiba dan tidak melalui proses transparan.
TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Aksi unjuk rasa dilakukan puluhan karyawan atau operator Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mamuju yang terletak di Desa Belang-Belang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) pada Selasa (1/10/2024) karena upah lembur mereka tidak bayarkan sesuai dengan perjanjian oleh perusahaan.
Sehingga mereka mogok kerja. Mereka menilai kebijakan pembayaran kompensasi terhadap karyawan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Sejumlah operator itu mogok kerja karena pihak perusahaan dianggap tidak memperhatikan karyawan, seperti pembayaran upah lembur yang tidak sesuai atau banyak yang selisih.
Selain itu, upah pesangon para pekerja lainya juga belum dibayarkan yang jatuh pada 1 Oktober 2024 per dan juga perusahaan diminta untuk menggunakan kebijakan lama.
Seorang operator Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rekind Daya Mamuju di Desa Belang-Belang, Mahrif Ikram menyampaikan beberapa sorotan yang ia identifikasi terkait kebijakan perusahaan.
Menurutnya, kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan diambil secara tiba-tiba dan tidak melalui proses transparan.
Ia menyebutkan gaji dan pesangon tidak dibayar, hingga persoalan cuti yang menurutnya adalah pelanggaran terhadap hak-hak karyawan sesuai peraturan ketenagakerjaan saat ini.
Baca juga: Bebas Manggazali Disambut Meriah Warga Desa Bonra Polman Dukung BESTI karena Saya Tahu Kinerjanya
Baca juga: Ramalan Shio Hari Ini, Rabu 1 Oktober 2024: Shio Naga, Shio Ular, Shio Kuda, Shio Kambing
“Tiba-tiba bikin kebijakan, kemudian ada berapa seperti gaji dan pesangon tidak dibayar,” kata Mahrif Ikram saat dikonfirmasi Tribun-Sulbar.com via telefon, Selasa (1/10/2024) sore.
“Kalau sesuai undang-undang, harusnya perusahaan memberikan cuti, tapi pihak perusahaan tidak memberikan cuti, kalaupun cuti itu dipotong gaji,” lanjut Mahrif Ikram diketahui sudah bekerja di PLTU Rekind Daya Mamuju sejak 2017 lalu.
Lebih lanjut ia menyampaikan pihak perusahaan membuat kebijakan sendiri terkait pembayaran lembur.
Pihaknya menolak kebijakan ini karena lembur yang seharusnya dibayar berdasarkan aturan antara Rp 200 ribu hingga Rp 350 ribu, kini hanya dibayar Rp 90 ribu.
Ia juga menyampaikan bahwa kebijakan itu diumumkan pada tanggal 1 Juli 2024, tetapi baru disosialisasikan pada bulan September, sehingga ia tidak terima.
Kemudian juga persoalan pesangon belum dipenuhi oleh perusahaan. Mahrif Ikram menyatakan bahwa pesangon seharusnya sudah dibayarkan setelah melewati tenggat waktu enam bulan, namun hingga tanggal 1 Oktober belum juga dipenuhi.

Terakhir, ia juga menyoroti pentingnya adanya kontrak kerja resmi, mengingat sejak awal bekerja, Mahrif Ikram mengaku belum menerima kontrak resmi secara langsung.
“Mulai pertama kali kami kerja sampai saat ini, belum ada salinan kontrak kerja yang sampai ke kita, hanya dipelihatkan lewat via zoom karena vendor yang berganti-ganti,” terangnya kepada Tribun-Sulbar.com.
Para demonstran menduga ada sekelompok orang di dalam internal perusahaan PT Rekind Daya Mamuju (RDM) itu telah menyalahgunakan wewenang atau dugaan korupsi.
"Dari aksi kami lakukan tidak menemukan titik terang dari pihak PLTU Mamuju. Kami menyimpulkan ada dugaan korupsi di dalam PLTU ini," kata Koordinator aksi Muh Ahyar saat dikonfirmasi Tribun-Sulbar.com, Selasa (1/10/2024).
Ayhar menyatakan, pihak pekerja juga merasa tidak puas apa yang telah dijanjikan oleh perusahaan, karena tidak adanya kepastian dan kejelasan soal pembayaran upah lembur.
Dia menyebutkan, pihak perusahaan juga mengakui bahwa saat ini PLTU Mamuju sedang mengalami masalah keuangan.
Sehingga dengan begitu Ahyar meyakini, PLTU Mamuju ini sedang mengalami masalah besar dan dia menduga ada pihak-pihak yang menyalahgunakan wewenang.
"Teman-teman karyawan ini dizolimi, sebab masalah pembayaran pesangon dan upah lembur tidak diberikan kepada para buruh (pekerja)," tegasnya.
Untuk diketahui, sebanyak 66 operator PLTU Mamuju terpaksa mogok kerja imbas upah lembur yang mereka tuntut tidak kunjung dibayarkan oleh perusahaan.
Sejak 19 September 2024 mereka mulai mogok kerja secara berjamaah sehingga membuat operasional pekerjaan lumpuh total.
Ahyar menuturkan, apa yang dialami oleh para karyawan adalah bentuk penjajahan masa kini yang dilakukan PT Rekind Daya Mamuju dalam hal pembayaran pesangon dan upah buruh.
Ahyar menduga ada indikasi ada pihak dari perusahaan yang menyalahgunakan kewenagan untuk menguntungkan pribadi atau sekelompok orang sehingga membuat manajemen perusahaan tidak berjalan.
"Setelah kami mendengar dari pihak perusahaan mereka mengaku sedang krisis keuangan, dari situ kami menduga ada pihak dari perusahaan yangs sedang bermain-main dan merugikan karyawan," bebernya.
Ahyar menambahkan, saat aksi unjuk rasa dilakukan para karyawan tidak menemukan solusi dari pihak perusahaan,sehingga dia menyimpulkan ada dugaan korupsi yang terjadi dalam perusahaan tersebut. (*)
Disnaker Sulbar Kumpul Bukti Kasus Upah Pekerja PLTU Mamuju Tak Dibayarkan PT RDM, Rizal: Sabar |
![]() |
---|
Koordinator Demo Demo Upah Lembur Karyawan di PLTU Mamuju Duga Ada Korupsi |
![]() |
---|
Warga Rusuh Demo PLTU Mamuju, Aktivis FPPI Sebut Perusahaan Harus Ganti Rugi Warga |
![]() |
---|
PLTU Mamuju Bungkam Didemo Warga Kalukku Soal Atap Rumah Bocor-bocor |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.