Bebas Manggazali

Terpukau Atraksi Mappandendang Warga Galeso Polman, Bebas Bangga Tradisi Nenek Moyang Masih Bertahan

Bebas Manggazali mengaku terpukau dengan atraksi Mappandendang yang dimainkan oleh puluhan ibu-ibu dan bapak-bapak.

Editor: Ilham Mulyawan
Relawan Andi Bebas For Tribun Sulbar
Bebas Manggazali menghadiri undangan warga Pesta Panen, atau Mappandendang di Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Kamis (25/7/2024). 

TRIBUN-SULBAR.COM, POLMAN - Bebas Manggazali menghadiri undangan warga Pesta Panen, atau Mappandendang di Desa Galeso, Kecamatan Wonomulyo, Kabupaten Polewali Mandar (Polman), Kamis (25/7/2024).

Tradisi Mappandendang yang masih dipegang teguh warga mendapat perhatian khusus oleh mantan Sekretaris Daerah Polewali Mandar itu.

Pesta Panen merupakan agenda rutin setiap tahun sebelum memasuki masa panen tiba, sebagai bentuk kebersamaan wujud rasa syukur atas rejeki yang diberikan oleh Allah SWT. Pesta ini diadakan sebelum dan setelah panen padi.

Bebas sebagai tokoh panutan, kedatangan ayah empat anak itu disambut langsung oleh Kepala Desa Galeso, sejumlah tokoh masyarakat, tokoh adat dan warga.

Di sana, Bebas Manggazali mengaku terpukau dengan atraksi Mappandendang yang dimainkan oleh puluhan ibu-ibu dan bapak-bapak.

"Saya sebagai masyarakat turut berbangga kepada warga Galeso karena masih mempertahankan dengan baik tradisi Mappandendang ini. Tradisi ini harus tetap lestari utuh, yang menjadi ciri khas kita dalam menghargai isi bumi, tanaman padi," ujarnya.

Kata Bebas, Mappadendang merupakan warisan budaya.

Baca juga: Resep Sehat Atasi Sakit Kepala Sebelah Ala Zaidul Akbar, Ramuan Jahe dan Air Putih Kuncinya

Baca juga: Polisi Naikkan Status Hukum Perselingkuhan Pejabat Dinas Pendidikan Sulbar dengan Honorer

"Mempertahankan tradisi ini tidak hanya menjadi perhatian desa, tetapi juga dari kecamatan hingga kabupaten," harapnya.

Sekadar informasi, Mappandendang adalah sebuah tradisi yang digelar dengan cara menumbuk padi atau gabah di dalam sebuah lesung menggunakan batang kayu sebagai penumbuknya.

Lesung panjangnya berukuran kurang lebih 1,5 meter dan maksimal 3 meter. Lebarnya sekotar 50 cm Bentuk lesungnya mirip perahu kecil.

Peserta yang ikut melakukan penumbukan padi berjumlah sekitar 10 orang, terdiri delapan perempuan dan dua orang laki laki.

Beberapa orang perempuan memakai pakaian adat atau baju bodo saat menumbuk padi. Terlihat posisi perempuan berada disisi kanan kiri lesung dan laki laki berapa diujung lesung.

Suasana Mappandendang mengundang perhatian tidak hanya warga setempat. Gerakan tangan ibu-ibu dan laki dalam mengayunkan bambu ke dalam lesung begitu kompak .

Tumbukan padi ke dalam lesung secara bergantian sontak mengeluarkan irama layaknya alunan musik .

Terlihat juga seorang laki-laki menari mengikuti alunan suara tumbukan padi yang ada di dalam lesung.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved