Pemilu 2024

Ketua KPU RI Terbukti Langgar Kode Etik Gegara Gibran, Ketua HMI Majene: Harus Ada Tindakan Tegas

Lebih lanjut Hendra menuturkan, sejak awal pemilihan presiden nampak adanya keberpihakan.

Penulis: Suandi | Editor: Nurhadi Hasbi
tangkapan layar
Ketua HMI cabang Majene, Hendra Wahid 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Majene Sulawesi Barat (Sulbar), Hendra Wahid kritik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari yang terbukti melanggar kode etik.

Diketahui, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Hasyim Asy'ari telah melanggar kode etik dan mendapatkan sanksi peringatan keras terakhir.

Hasyim Asy'ari dan enam anggota KPU lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka (Putera presiden Jokowi) sebagai calon wakil presiden di Pemilu Presiden 2024 sebelum mengubah PKPU tentang syarat batas umur calon.

Menurut Hendra, Ketua KPU harus bertanggungjawab atas tindakannya itu.

"Paling sederhana adalah melaksanakan sanksi atas pelanggaran itu, tidak hanya sebatas putusan pelanggaran tanpa ada tindaklanjut," ujarnya kepada Tribun-Sulbar.com, Selasa (6/2/2024).

Kata dia, KPU sebagai perangkat negara yang diberikan wewenang untuk melaksanakan pemilu harus mampu menjaga integritas bahkan tidak boleh memiliki afiliasi politik dengan kelompok tertentu karenanya ujung tombak pemilu ada pada KPU.

Dengan terbuktinya ketua KPU melanggar kode etik membuat Hendra khawatir.

Sehingga menurutnya, harus ada tindakan tegas atas pelanggaran etik yang dilakukan Hasim Asy'ari.

"Kami khawatir ketika tidak ada tindakan tegas atas pelanggaran ini maka akan berpengaruh terhadap tergerusnya kepercayaan publik terhadap proses pemilu 2024," sambungnya.

Jika hal tersebut tidak dilakukan, potensi konflik yang harusnya bisa dicegah justru bisa meledak.

Lebih lanjut Hendra menuturkan, sejak awal pemilihan presiden nampak adanya keberpihakan.

"Ini adalah kompetisi para bedebah disetting sedari awal untuk kemenangan calon tertentu, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai federasi kompetisi ini telah memihak dari awal dengan merubah aturannya menyesuaikan posisi calon yang ia usung," bebernya.

Hendra menyayangkan, setelah putusan Majelis Kehormatan MK dengan memberhentikan ketua MK karena dinilai melakukan pelanggaran atas proses pengambilan keputusannya namun fatalnya karena sampai saat ini putusan yang dianggap terjadi pelanggaran dalam proses pemutusannya itu tetap digunakan dan jadi acuan dalam proses pemilu.

Menurutnya, proses pemilu tidak hanya melibatkan satu atau dua pihak saja.

"Ada banyak pihak yang terlibat sehingga sangat rentan jika kecurangan terjadi maka pihak-pihak yang ada akan turun lapangan mengobra-abrik permainan dan ini harus kita hindari selagi masih ada waktu dalam menjaga demokrasi kita agar berada di jalur yang semestinya," pungkasnya.(*)

Laporan Reporter Tribun Sulbar Suandi

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved