Berita Sulbar

Walhi Sebut Tambang Batu Gajah di Sendana Majene Beroperasi Secara Ilegal, Minta Gakkum Bertindak

Kedua, pada pasal 86 A ayat 4, ditegaskan bahwa penerbitan izin (SIPB) hanya dapat diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini kementerian.

Penulis: Habluddin Hambali | Editor: Nurhadi Hasbi
Alfarhat
Campaigner Walhi Sulbar Alfarhat Kasman 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulbar nilai tambang batu gajah PT Putra Bonde Mahatidana di Desa Banua Sendana, Kabupaten Majene, Sulbar, beroperasi secara ilegal.

Walhi mendesak Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup bertindak.

"Berdasarkan hasil analisis hukum dan dokumen yang telah dilakukan, kami menyimpulkan bahwa operasi produksi tambang batu gajah PT Putra Bonde Mahatidana yang terletak di Desa Banua Sendana adalah operasi produksi pertambangan yang ilegal, cacat prosedural dan tidak mematuhi aturan hukum yang berlaku," kata Campaigner Walhi Sulbar Alfarhat Kasman, melalui rilis diterima, Kamis (6/7/2023).

Menurutnya, ini berdasarkan beberapa temuan, pertama, berdasarkan aturan hukum yang
berlaku dalam ketentuan Undang-undang No 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dalam pasal 1 ayat 13 a, terdapat perubahan nomeklatur khusus untuk pertambangan kategori batuan dari yang sebelumnya disebut sebagai Izin Usaha Pertambangan (IUP) menjadi
Surat Izin Usaha Pertambangan Batuan (SIPB).

Kedua, pada pasal 86 A ayat 4, ditegaskan bahwa penerbitan izin (SIPB) hanya dapat diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini kementerian.

Disisi lain, pengembalian kewenangan pemerintah provinsi dalam rangka menerbitkan izin usaha pertambangan itu terjadi setelah presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden No 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah disahkan pada 11 April 2022.

Karena itu, Walhi Sulbar menyimpulkan, sejak UU Minerba, diundangkan pada tanggal 10 Juni 2020, penerbitan SIPB telah diambil alih oleh pemerintah pusat.

Dengan demikian, kembali diserahkan ke pemerintah provinsi setelah presiden mengesahkan Perpres No 55 Tahun 2022.

"Itu artinya, dalam kurung waktu 2 tahun, pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan dalam menerbitkan izin usaha pertambangan," ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan dokumen perizinan yang dimiliki oleh PT PBM, mereka masih
menggunakan istilah IUP dan proses penerbitannya ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Barat pada tanggal 15 Oktober 2020.

Ketiga, dengan tidak ditemukannya data wilayah konsesi dari PT PBM dalam peta spasial yang disediakan oleh pemerintah, semakin menguatkan bahwa pertambangan yang dilakukan oleh PBM illegal dan melanggar ketentuan aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Makanya, kami menuntut agar GAKKUM dan pihak yang berwajib agar segera melakukan penindakan atas dugaan operasi pertambangan illegal yang dilakukan oleh PT Putra Bonde Mahatidana," tandasnya.(*)

Laporan wartawan TRIBUN-SULBAR.COM, Habluddin

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved