Opini
Tantangan Berat Menuju Indonesia Emas 2045, Stunting Masih Mengintai!
Jika dibandingkan dengan seluruh provinsi di Indonesia, IKPS Sulawesi Barat berada pada urutan ke-16 dari 34 provinsi di Indonesia.
Oleh: Sri Mulyani
(Statistisi pada BPS Provinsi Sulawesi Barat)
Dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045, stunting menjadi salah satu tantangan dalam mewujudkan misi tersebut.
Gangguan pada tumbuh kembang anak (stunting) bukan hanya berdampak terhadap pertumbuhan fisik balita, tetapi juga pada fungsi penting tubuh lainnya, seperti perkembangan otak dan sistem kekebalan tubuh.
Balita stunting berpotensi memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, lebih rentan terhadap penyakit, dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas.
Menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 yang dilaksanakan Kementerian kesehatan, angka prevalensi stunting di Provinsi Sulawesi Barat mencapai 33,8 persen.
Ini artinya satu dari tiga anak di Sulawesi Barat mengalami stunting. Suatu angka yang mengerikan bagi kita semua.
Angka tersebut menempatkan Sulbar di posisi kedua provinsi dengan stunting tertinggi di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur.
Hal ini harus menjadi perhatian penting seluruh sektor karena angka tersebut jauh di atas rata-rata angka proporsi stunting nasional yakni sebesar 27,67 persen.
Kondisi ini seharusnya tidak terjadi mengingat secara geografis, Sulawesi Barat merupakan daerah pesisir dengan panjang pantai lebih dari 600 kilometer dengan produksi ikan yang melimpah.
Tentunya selain faktor konsumsi makanan, faktor lain juga perlu segera diidentifikasi agar angka prevalensi stunting di Sulawesi Barat dapat turun bahkan dapat di bawah angka nasional.
Tingginya angka stunting ini tentunya menjadi perhatian Provinsi Sulawesi Barat.
Salah satu alat pemantauan dan evaluasi berbagai program penanganan stunting yang telah dilakukan baik oleh Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah menggunakan suatu indeks khusus yang dinamakan Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS).
Berdasarkan Ringkasan Eksekutif yang diterbitkan BPS Provinsi Sulawesi Barat, IKPS Sulawesi Barat tahun 2020 sebesar 65,0, di bawah IKPS secara nasional yang sebesar 67,3.
Jika dibandingkan dengan seluruh provinsi di Indonesia, IKPS Sulawesi Barat berada pada urutan ke-16 dari 34 provinsi di Indonesia.
Kita berharap IKPS tahun selanjutnya dapat meningkat lagi dibandingkan tahun 2020.
Salah satu cara melihat perkembangan penanganan stunting di Sulawesi Barat adalah dengan melihat dimensi penyusun IKPS itu sendiri, diantaranya adalah pemberian ASI.
Menurut Kementerian Kesehatan, ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun minuman lain kecuali obat.
Setelah 6 bulan, pemberian ASI perlu diimbangi dengan pemberian MP ASI (makanan pendamping ASI).
ASI eksklusif adalah sumber asupan nutrisi yang sangat penting bagi bayi.
Perkembangan otak dan fisik pada bayi secara baik dan optimal akan mencegah terjadinya prevalensi stunting secara tidak langsung.
Berdasarkan pendataan Survei Sosial Ekonomi (Susenas) Maret 2021 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pemberian ASI ekslusif bayi usia kurang dari enam bulan sebesar 74,75 persen, meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya 71,45 persen.
Peningkatan persentase pemberian ASI eksklusif ini menunjukkan bahwa sosialisasi pentingnya ASI Eksklusif membuahkan hasil.
Namun, jika kita lihat rata-rata pemberian ASI pada bayi pada tahun 2021 menunjukan penurunan.
Hasil pendataan Susenas Maret 2021 menyebutkan bahwa rata-rata pemberian ASI pada bayi usia 0- 23 bulan pada tahun 2021 selama 9,94 bulan (9-10 bulan), turun jika dibandingkan 10,07 bulan (10-11 bulan).
Kondisi ini menunjukan bahwa pemahaman pentingnya ASI bagi 1000 kehidupan pertama anak belum merata di seluruh masyarakat.
Jangan-jangan, banyak masyakat hanya mementingkan ASI sampai usia bayi enam bulan saja, setelah itu berhenti.
Pemerintah dengan dibantu eleman masyarakat lainnya perlu menggalakkan sosialisasi pentingnya ASI, bukan hanya cukup pada 6 bulan pertama saja, namun juga disempurnakan sampai bayi usia dua tahun.
Sosialisasi dan edukasi ini dapat dilakukan di posyandu ataupun lewat media-media yang lain.
Dengan adanya sosialisasi dan edukasi pentingnya ASI bagi bayi, diharapkan masyarakat dapat lebih sadar dan mengupayakan pemberian ASI kepada bayinya.
Penggunaan media sosial yang saat ini telah menyentuh mayoritas masyarakat di era digital ini dapat menjadi salah satu alternatif.
Semoga dengan terpenuhinya kebutuhan anak terbadap ASI, angka prevalensi stunting di Sulawesi Barat dapat lebih cepat berkurang.(*)